Minggu, 19 Maret 2017

Lowell Barrington, Comparative Politics Structures and Choices (Australia: Wadsworth, 2013), 227-257. & Peter Calvert, Comparative Politics: An Introduction (Harlow: Pearson, 2002), 297-320.

Bagaimanakah menghubungkan elite dan massa dalam proses politik?
Literatur kali ini membahas dan mengeksplorasi konsep-konsep mengenai elit dan masa. Seperti halnya, perbedaan antara elit dan massa, terkait ide elit yang dikonseptualisasikan dalam politik komparatif. Selain itu, menjelaskan berbagai bentuk partisipasi politik. dan mendiskusikan perbedaan antara hubungan program dan klientelis serta antara kelompok kepentingan dan gerakan sosial. Kemudian, menganalisis ciri pengaturan alternatif dalam menggabungkan kelompok-kelompok kepentingan dalam proses pembuatan kebijakan.
            Perlu kita pahami terlebih dahulu bahwa elit politik adalah mereka yang lebih banyak terlibat dalam proses politik dibandingkan dengan warga biasa pada umumnya. Para elit politik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil politik atau kebijakan. Sehingga, elit politik memiliki kekuasaan yang begitu berpengaruh, sehingga perlu kita ketahui bagaimana orientasinya dan tujua yang ingin digapainya seperti apa. Menurut C. Wright Mills seorang elit dengan tujuan dan perannya, memiliki dua kemungkinan, yaitu terbuka dan tertutup. Jika terbuka maka biasanya lebih cenderung pada merit sistem untuk birokrasi. Sedangkan tertutup lebih cenderung pada nepotisme yang lebih mementingkan kerabat.
            Terkait dengan massa dan partisipasi politiknya, terbagi menjadi dua aspek partisipasi, yaitu partisipasi konvensional dan inkonvensional. Partisipasi konvensional adalah keikutsertaan masyarakat dalam menyalurkan dukungannya kepada para elit, seperti halnya proses pemilihan. Sedangkan partisipasi inkonvensional adalah aktivitas masyarakat yang cenderung bertentangan dengan elit, seperti halnya mogok bekerja, mengajukan protes berlebih, atau bahkan sampai dengan kekerasan. Selain itu, terdapat juga non partisipan dalam konsep ini , hal ini sudah menjadi umum dalam konsep demokrasi maupun non demokrasi. antara lain beberapa pihak yang cenderung non partisipatif adalah pemuda, orang miskin, dan kaum minoritas.
            Lalu, mengenai hubungan elit dan massa dalam proses politik. pada umumnya terdapat program-program elit yang dibuat untuk menghubungkan elit dan masa, namun seringkali program itu bersifat klientelistik. Sehingga perlu kita pahami, bahwa program salah satu representasinya dapat melalui partai politik yang menekan arah kebijikan, sehingga dengan demikian elit dan massa dapat terhubung. Sedangkan klientelisme lebih menghubungkan antara elit dan massa melalui individu, sehingga dapat diartikan hubungan patron-client.
            Selain itu, hubungan antara elit dan massa dapat di pengaruhi oleh informasi dan representasi dari sistem ‘program’ dan ‘klientelis’. Sehingga, memungkinkan massa untuk memberikan informasi kepada elit.  Artinya, informasi ini mencakup tuntutan untuk program atau layanan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan yang ada di masyarakat. Sistem program cenderung menghasilkan informasi yang berasal dari masyarakat yang memiliki atensi terhadap permasalahan yang ada, mereka bukan elit, akan tetapi  lebih memperhatikan dan lebih berpartisipasi dalam politik dibandingkan warga negara lain.
            Dengan demikian atensi masyarakat terhadap suatu fenomena, menimbulkan gerakan-gerakan sosial yang tentunya sangat mempengaruhi relasi elit dan massa. Pada umumnya gerakan sosial sebagai jaringan informal dengan sudut pandang yang sama, bertindak untuk mempromosikan atau menolak perubahan politik, ekonomi, dan sosial. selain itu, terdapat Gerakan sosial baru yang tidak terfokus pada isu-isu pekerja, melainkan lebih kepada gerakan sosial yang dikembangkan pada permasalahan disekitar kita, seperti halnya isu-isu perempuan, lingkungan hidup, gerakan perdamaian. Bukan hanya gerakan sosial yang memiliki pengaruh, melainkan kelompok kepentingan atau interst groups pun memiliki pengaruh yang signifikan. Pada umumnya, kelompok ini berfokus pada beberapa tujuan, yaitu  : ekonomi, advokasi, masalah lokal. Oleh karena itu, tujuannya adalah berfokus pada permasalahan pluralisme, korporatisme, dan kontrol negara.
Faktor apa yang mendorong terjadinya revolusi dan perubahan politik?
            Seperti halnya proses demokratisasi, bila terjadi revolusi maka akan berlangsung secara bertahap. Hal ini pada umumnya terjadi karena ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah, terkait satu atau beberapa peristiwa yang menghendaki masyarakat untuk melakukan perubahan kekuasaan politik. Aksi-aksi yang dirancang untuk pemerintahan baru, serta ekspektasi masyarakat terhadap pembaharuan agar tercapainya hal-hal yang mereka inginkan mentransformasi masyarakat untuk melakuka revolusi, baik secara politik maupun sosial. meskipun dapat diprediksikan bahwa kecenderungan revolusi total itu sangatlah sulit, akan tetapi, gerakan-gerakan tersebut senantiasa akan memiliki dampak, kecil maupun besar, bahkan konsekuensinya bisa dalam cakupan internasional maupun intranasional.



Bernard E. Brown, Comparative Politics: Notes and Readings (Australia: Thomson Wadsworth, 2006), 188-197& 255-265. & Bob Sugeng Hadiwinata dan Christoph Schuck (ed.), Demokrasi di Indonesia: Teori dan Praktik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 1-10.

Rezim Demokrasi
Pada proses demokrasi, terdapat penurunan kepercayaan masyarakat terhadap institusi-institusi pemerintahan yang bersifat perwakilan. Sehingga, muncullah tekanan untuk memberikan akses yang lebih besar kepada masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dalam proses demokratis, khususnya dalam permasalahan pengambilan keputusan. Masyarakat lebih menginginkan akses transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah. Sehingga dengan demikian, terdapat pergeseran paradigma yang pada mulanya lebih ke arah demokrasi perwakilan, menjadi demokrasi langsung.
            Demokrasi modern seringkali diwarnai oleh perdebatan, mengenai tata cara dalam berdemokrasi. Pemahaman kondisi demokrasi dan perkembangannya, dapat kita pahami dari tiga aspek, yaitu : Pertama, Reformasi dalam Demokrasi Perwakilan, Reformasi dalam hal ini dimaksudkan untuk memastikan setiap delegasi konvensi bisa lebih mewakili masyarakat luas, seperti adanya keterwakilan perempuan dan lain sebagainya. Kedua, Demokrasi Langsung sebagai Alternatif Reformasi, Meskipun dampak dari politik demokrasi langsung terbatas, karena tidak setiap kebijakan bisa dijalankan melalui mekanisme tersebut, namun meningkatnya demokrasi langsung  telah mempengaruhi wacana politik yang menyebabkan kedaulatan lembaga perwakilan sekarang tidak lagi mutlak, dan konsep kedaulatan rakyat secara langsung telah terlegitimasi. Ketiga, Demokrasi advokasi sebuah cara baru ? Demokrasi Advokasi memberdayakan warga negara, kelompok masyarakat, atau lembaga swadaya masyarakat untuk berpartisipasi dalam dengar pendapat; menghadiri pertemuan pemerintahan yang terbuka; berkonsultasi untuk memperbaiki keluhan; permintaan informasi dari instansi pemerintah; dan menantang tindakan pemerintah melalui pengadilan.
Rezim Authoritarian
Runtuhnya komunisme yang ditandai dengan bubarnya Uni Soviet pada dekade terakhir mengisyaratkan bahwa pemerintahan yang demokratis akan dimulai. Uni soviet yang berubah menjadi Rusia diharapkan menyelenggarakan pemerintahan yang demokratis justru merenovasi bentuk autoritarian dibawah pimpinan Presiden Valdimir Putin pada 1990-an. Pada tahun 2003-2004 pemilihan presiden atau parlemen telah diformalkan oleh Putin dalam model baru otoritarianism. Namun dalam pelaksanaannya tetap menjunjung pluralism dan mempraktekan nilai dasar demokrasi. Pada Periode sebelum Putin yaitu Yeltsin  menginginkan bahwa kewenangan itu sepenuhnya berada ditangan presiden. Namun Putin beranggapan bahwa dalam menjalankan kewenangan haruslah sistematis yang bertumpu pada birokrasi dan kementrian yang membantu presiden. Hal yang berbeda  dari Putin dan Yeltsin disebabkan karena kekhasan dari Rusia yang menjauh dari totalitarianism dan mengarah menuju demokrasi.
Selain itu, krisis Tiananmen pada tahun 1989, banyak yang beranggapan Pemerintahan Partai Komunis China akan runtuh. Namun yang terjadi adalah sebaliknya, Rezim ini justru membawa inflasi yang terkendali, pertumbuhan ekonomi memulih, perdagangan dan penyerapan investasi asing meningkat. Teori Rezim menyatakan bahwa sistem otoriter secara inheren rapuh karena legitimasi yang lemah, kemudian didominasi oleh kekuatan pribadi atas norma-norma kelembagaan. Sistem otoritarian tertentu ternyata terbukti tangguh, disebabkan oleh ketahanan yang kompleks.
Proses Transisi Menuju Demokrasi
Dalam memahai suatu kondisi transisi demokrasi, khususnya di Indonesia. Para ahli berpendapat bahwa dalam proses demokrasi perlua adanya instrumen-instrumen demokrasi yang terkonsolidasi, seperti adanya pemilihan umum yang adil dan bebas, kebebasa politik, keterbukaan politik , kebebasan pers, dsb. Demokrasi yang terkonsolidasi dapat dipahami melalui lima pola interaksi, yaitu : Pertama, Kelompok yang mengorganisasi diri atau masyarakat sipil yang hidup. Kedua, Suatu masyarakat politik yang secara khusus mengatur diri untuk mengimbangi hak pemimpin yang memiliki legitimasi untuk menjalankan kekuasaan sesuai dengan porsinya. Ketiga, Aturan hukum yang menjamin kemerdekaan masyarakat sipil dan hak politiknya. Keempat, Suatu birokrasi negara melindungi hak-hak penduduknya dan memberikan pelayanan masyarakat. Kelima, Kelompok ekonomi yang menjadi penegah antara negara dan pasar.

Transisi Demokratis Indonesia yang berproses menuju dmokrasi yang terkonsolidasi, seringkali diwarnai dengan berbagai dinamika. Seperti halnya, Disintegrasi wilayah Indonesia, misalnya muncul gerakan-gerakan pemisahan diri. Selain itu, Kecil kemungkinannya Indonesia mendadak kembali menjadi negara otokrasi, setelah melalui proses yang berlarut dalam demokrasi. sehingga, Indonesia terombang-ambing antara demokrasi "cacat" dan terkonsolidasi atau "melekat". Untuk memahami kelemahan dari demokrasi itu sendiri, perlu dilakukan kajian ilmiah yang mendalam. Oleh karena itu, terdapat Fokus terhadap para aktor, individu, dan kelompok. Sehingga, demokrasi tidak hanya tercantum pada struktur, norma dan aturan, akan tetapi terdapat pada setiap individu dalam sistem tersebut.

Lowell Barrington, Comparative Politics Structures and Choices (Australia: Wadsworth, 2013), 160-194, 195-226

Legislatif dan Eksekutif
Pada bab ini membahas identifikasi dari tugas utama legislatif dan eksekutif dalam sistem politik dan pemerintahan. serta mendiskusikan hal-hal mengenai keuntungan dan kerugian dari sistem parlementer, sistem presidensial, dan sistem semi-presidensial.
            Eksekutif atau pelaksana pemerintahan memiliki dua kategorisasi dalam menjalankan tugasnya, yaitu tugas yang bersifat domestik dalam ruang lingkup wilayah kerjanya. Seperti halnya, melaksanakan kebijakan, mengawasi birokrasi, membentuk sebuah kabinet, berkoordinasi untuk mengembangkan dan menyesuaikan kebijakan dan anggaran. Selain itu, eksekutif memiliki tugas pokok di ranah internasional. Seperti halnya, memimpin persoalan negara yang terkait dengan relasi antar negara, terlibat dalam upaya diplomatik, menegosiasi perjanjian, serta memutuskan penggunaan kekuatan militer.
            Sedangkan dalam ranah legislatif, memiliki tugas pokok sebagai lembaga legislasi, mengesahkan anggaran belanja pemerintah, memberikan layanan pada konstituen, menyeleksi, menyetujui, dan memecat pejabat pemerintah, mengawasi eksekutif. Dalam mencapai tugas-tugasnya terdapat aspek lain dalam legislatif, seperti halnya jumlah anggota dan masa menjabatnya para legislator menjadi pengaruh penting dalam dinamika politik. Selain itu, konsep unikameral dan bikameral dalam legislatif menjadi persoalan tersendiri. Serta kekuatan suatu komite dalam legislatif baik itu pendiri ataupun ad hoc, memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menjalankan tugas-tugas legislatif.
            Lalu bagaimana relasi kedua lembaga tersebut dalam sistem pemerintahan? Terdapat tiga jenis sistem pemerintahan yang dijelaskan dalam bab ini, yaitu sistem parlementer, sistem presidensial, dan sistem semi-presidensial.
            Sistem parlementer, melaksanakan pemilihan kepala eksekutif dan pembentukan negara, melalui pemilihan perdana menteri yang dipilih oleh parlemen, maka perdana menteri menjadi kepala pemerintahan. Oleh karena itu, terdapat pemisahan antara kepala negara dan kepala pemerintahan. Pada dasarnya kepala negara seringkali hanya dijadikan simbol, sehingga lebih lemah dibandingkan kepala pemerintahan. Pada sistem ini, oposisi seringkali membentuk pemerintah bayangan yang memberikan harapan baik jika oposisi dapat memenangkan pemilu berikutnya. Kelebihan dari sistem ini adalah, efisiensi dalam proses perundang-undangan, serta terukurnya akuntabilitas pemilih. Sedangkan kekurangannya adalah seringkali menyebabkan ketidakstabilan, konsentrasi kekuasaan seringkali memunculkan keputusan yang tergesa-gesa.
            Sistem presidensial, melaksanakan pemilihan langsung untuk kepala eksekutif, melalui lembaga pemilihan. Mempunyai batasan-batasan jelas antara eksekutif dan legislati, yaitu distribusi kekuasaan dan checks and balances, penyatuan antara kepala negara dan kepala pemerintahan, memungkinkan untuk membagi kekuasaan pemerintah. Kelebihan sistem ini adalah pengawasan terdapat pada aturan mayoritas dalam aspek legislatif, merepresentasikan mandat nasional yang diberikan kepada presiden. Sedangkan kekurangannya adalah sulit untuk memecat presiden yang dinilai tidak populis, cenderung mengalami kebuntuan, dan mendekati otoritarianisme.
            Sedangkan, sistem semi-presidensial menggabungkan karakteristik dasar dari sistem perlementer dan sistem presidensial. Kelebihan sistem ini adalah, menyediakan perlindungan bagi presiden, kemampuannya memecat perdana menteri dengan tetap menjaga stabilitas, mekanisme checks and balances lebih terjamin. Sedangkan kekurangannya adalah adanya kebingungan dalam mempertanggungjawabkan jabatan dan tidak efisiennya proses legislasi.
Peradilan, Birokrasi, dan Kekuatan Militer
Pada bab ini membahas tugas peradilan, birokrasi dan militer, serta menjelaskan pengaruh dan pengambilan keputusan dari kebijakan ketiga institusi tersebut. Selain itu, mendiskusikan kekuatan dan keleman peradilan, birokrasi dan kekuatan militer dalam sistem politik.
Lembaga peradilan, memiliki tugas untuk menentukan pelanggaran hukum dan hukuman yang tepat, penjelasan mengenai konstitusionalitas undang-undang dan kebijakan yang ada, menginterpretasikan hukum yang jelas, menciptakan kebijakan baru dalam merespon permasalahan sosial yang mendesak, menyelesaikan sengketa perdata dan perselisihan antara unit pemerintah, menentukan sanksi hukuman pada tindakan tertentu. Keuntungan yang diperoleh bila terdapat peradilan yang kuat adalah, pengawasan yang ketat terhadap tirani mayoritas, menjadi komponen kunci dari aturan hukum dalam politik dan ekonomi. Sedangkan kekurangannya adalah kekuasaan ditentukan oleh pejabat terpilih, terdapat potensi untuk memainkan agenda politik.
Lembaga birokrasi memilikit tugas pelaksanaan undang-undang dan kebijakan, menginterpretasikan aws akan tetapi samar-samar, membuat agenda pengaturan dan memberikan nasihat tentang kebijakan yang spesifik, membuat kebijakan. Birokrasi memiliki beberapa bentuk organisasi, yaitu, departemen kabinet atau kementerian, sekretaris atau menteri, pegawai negeri sipil. Seringkali bertentangan antara merit sistem dan spoil sistem, selain itu juga terdapat pertentangan pendekatan spesialis dan pendekatan generalis. Keuntungan birokrasi yang bagus, menjaga stabilitas, stuktur diisi dengan aparatur yang sesuai keahliannya, tidak memihak dan adil terhadap pengaplikasian peraturan. Sedangkan kekurangannya adalah ketidakefisienan yang berasal dari pemborosan, kekuasaan di tangan pejabat terpilih, perlawanan akan reformasi dan solusi kreatif.

Lembaga militer, memiliki tugas untuk membela negara, menjadi kekuatan tempur yang profesional, untuk beberapa negara berfungsi mengendalikan sebuah kerajaan. Keuntungan dari peran militer yang kuat dalam politik adalah membuat keputusan terhadap suatu kebijakan yang sulit, memulihkan ketertiban dan berjuang memberantas korupsi. Kekurangannya adalah keenganan untuk menyerahkan kekuasaan, kehadirannya menjadi permanen dalam politik.

Todd Landman, Issues and Methods in Comparative Politics: An Introduction

Terdapat beberapa strategi dalam politik perbandingan, khususnya yang diklaim oleh para komparativis, yaitu membandingkan banyak negara, membandingkan beberapa negara, dan studi kasus terhadap satu negara. Ketiga stategi ini merupakan cakupan pembahasan dari politik perbandingan dalam ilmu politik. Pembahasan ini menunjukan beberapa metode komparatif beserta solusi dari permasalahan yang terkait dalam proses perbandingan. Pertama, menguraikan secara singkat berbagai jenis metode komparatif, sehingga dapat menggambarkan suatu kesimpulan disertai dengan kekurangan dan kelebihan yang terdapat dalam metode tersebut. Kemudian menguraikan masalah utama yang dihadapi dalam penelitian perbandingan, seperti halnya permasalahan yang terkait dengan banyaknya variable dalam suatu metode tertentu, permasalahan ekologi dan individualistis, proses membangun kesetaraan, nilai bias, dan lain-lain.
            Membandingkan banyak negara seringkali mendekati metode yang digunakan dalam ilmu pengetahuan alam. Banyaknya negara menjadikan metode analisis kuantitatif cocok untuk digunakan. Meskipun terdapat penelitian perbandingan banyak negara yang menggunakan metode kualitatif, seperti Huntington (1996) The Clash of Civilizations. Akan tetapi sebagian besar perbandingan politik banyak negara menggunakan metode kuantitatif. Hal ini membutuhkan tingkat abstraksi yang lebih tinggi dalam spesifikasi konsep. Metode ini muncul dari revolusi behavioris dalam ilmu sosial, yaitu ketika para ilmuan politik dan sosiolog berada pada suatu pertanyaan besar terkait pembagunan politik dan stabilitas politik, mereka berupaya mengungkap generalisasi empiris dari banyak negara. Metode ini menyertakan 150 sampai 194 negara untuk dibandingkan selama periode waktu 20 sampai 50 tahun. Contoh analisisnya adalah Demokrasi dan Pembangunan.
Selain itu, dalam membandingkan beberapa negara untuk penelitian politik perbandingan. Hal ini menyertakan 2 sampai lebih dari 20 negara, umumnya pemilihan negara dalam satu lingkup geografis tertentu. Seperti halnya, analisis mengenai ‘macan asia, dalam konteks ekonomi di asia timur. Analisis yang dibangun dalam penelitian tersebut sangat terbatas karena difokuskan pada sektor ekonomi dalam periode waktu yang lebih singkat. Sehingga metode ini mengarah ke kesimpulan terhadap suatu strategi tertentu dalam pembangunanan negara. Metode ini sering disebut sebagai strategi kasus sebanding atau fokus perbandingan dalam politik perbandingan.
Adapun studi mengenai perbandingan negara tunggal akan diakui bila menggunakan konsep yang berlaku untuk negara-negara lain. Selain itu, berupaya untuk mengembangkan konsep yang berlaku untuk negara lainnya dan membuat kesimpulan yang lebih besar. Hal ini ditujukan agar dapat memeriksa berbagai isu komparatif. Seperti halnya studi klinis dalam obat-obatan, yaitu ketika efek dari pengobatan tertentu akan diperiksa secara intensif. Sehingga memberikan gambaran kontekstual, mengembangkan klasifikasi baru, menghasilkan hipotesis, mengkonfirmasi suatu teori, dan menjelaskan kondisi negara yang menyimpang melalui identifikasi perbandingan lintas-nasional. Berikut contoh dari studi perbandingan negara tunggal, Scott (1976) Moral Ekonomi Petani yang (Vietnam), Tarrow (1989) Demokrasi dan Disorder (Italia), Putnam (1993) Mewujudkan Demokrasi (Italia).
Kelebihan dari metode perbandingan banyak negara adalah kendali statistik, bias yang terbatas, lingkup yang luas, kesimpulan yang kuat dan baik untuk teori pembangunan, dapat mengidentifikasi negara-negara menyimpang. Sedangkan kekurangannya adalah seringkali ditemukan langkah-langkah yang tidak valid, ketersediaan data, terlalu abstrak, memakan waktu, membutuhkan keahlian matematika dan komputer yang rumit.
Kelebihan metode perbandingan beberapa negara adalah pengendalian dengan memilih desain Kebanyakan sistem serupa  dan desain Kebanyakan sistem yang berbeda, baik untuk teori pembangunan, pembahasan yang intensif karena orientasi yang tidak bervariasi, menghindari peregangan konseptual, deskripsi detail, daerah studi terfokus, menggunakan analisis configurative, pembahsanan makro-sejarah. Sedangkan kekurangannya adalah kesimpulan yang kurang aman, seleksi bias terhadap pilihan negara dan pilihan catatan sejarah, memerlukan pelatihan bahasa dan penelitian lapangan.
Kelebihan metode perbandingan negara tunggal adalah pembahasan yang intensif dan ideografik, menggunakan analisis configurative, tidak terlalu teoritis, hasilnya lebih interpretatif, dapat membangkitkan hipotesis, mengkonfirmasi teori, dapat melemahkan teori, dapat menganalisis negara yang menyimpang. Sedangkan kekurangannya adalah kesimpulan yang tidak aman, seleksi bias terhadap pilihan negara dan pilihan catatan sejarah, membutuhkan pelatihan bahasa dan penelitian lapangan.
Pembahasan ini telah menunjukkan bahwa ketiga metode (perbandingan banyak negara, perbandingan beberapa negara, dan studi tunggal negara) harus dikelompokkan dalam ruang lingkup politik komparatif, upaya untuk membuat generalisasi dapat diperoleh melalui perbandingan eksplisit, atau menggunakan dan mengembangkan konsep berlaku untuk negara-negara lain melalui perbandingan implisit. Membandingkan banyak negara adalah metode terbaik untuk menarik kesimpulan yang dapat diterapkan lebih global. Melalui penggunaan metode perbedaan dan metode kesepakatan, membandingkan beberapa negara dapat membuat kesimpulan yang lebih baik untuk diinformasikan dengan kekhususan kontekstual negara  yang ada di bawah pengawasan. Studi Single-negara dapat memberikan gambaran kontekstual, menghasilkan hipotesis, mengkonfirmasi teori lemah, dan memperkaya pemahaman kita tentang negara menyimpang yang diidentifikasi melalui perbandingan lainnya. Hal ini juga telah menjelaskan bahwa strategi yang berbeda dari perbandingan harus dilihat sebagai produk dari trade-off antara tingkat abstraksi konseptual dan lingkup negara, serta faktor-faktor yang sewenang-wenang dan praktis disekitar proyek penelitian komparatif.


Metode Politik Perbandingan

umumnya terdapat tiga pendekatan dalam perbandingan politik, ketiganya adalah pendekatan trasisional, behavioral, daan paskabehavioral. Pendekatan tradisional yang secara historis saling menghubungkan fakta dan nilai dalam studi politik perbandingan. Pendekatan ini memfokuskan analisis pada struktur negara, pemilihan umum, dan partai-partai politik. Ia cenderung menggambarkan institusi-institusi politik tanpa mencoba memperbandingkannya, bukannya mengidentifikasi tipe-tipenya, misalnya institusi parlementer terhadap institusi presidensial. Studi-studi tradisional biasanya membatasi pengujian mereka pada institusi-institusi Eropa Barat, khususnya apa yang disebut demokrasi-demokrasi perwakilan Inggris Raya, Perancis, Jerman, dan Swiss.
Kedua adalah pendekatan perilaku yang merupakan sebuah reaksi terhadap spekulasi teori yang memberikan uraian penjelasan, kesimpulan, dan penilaian berdasarkan norma-norma atau aturan-aturan dan standar-standar kekuasaan maupun etnosentrisme, formalisme, dan deskripsi barat yang menjadi karakteristik pendekatan tradisional kontemporer. Kecenderungan riset behavioral dalam politik telah menuju pada pembentukan model-model yang konsisten secara logika di mana ‘kebenaran’ diturunkan secara deduktif.
Dalam upaya untuk membedakan antara penelaahan mode-mode behavioral dan tradisional, telah diidentifikasi adanya doktrin utama ‘kredo behavioral’, yaitu : 1. Keteraturan atau keseragaman perilaku politik; 2. Verifikasi atau pengujian validitas generalisasi atau teori tersebut; 3. Teknik-teknik pencarian atau interpretasi data, 4. Kuantifikasi dan pengukuran dalam rekaman data; 5.  Nilai-nilai yang membedakan antara dalil-dalil yang berhubungan dengan evaluasi etis dan yang berkaitan dengan penjelasan empiris; 6. Sistematisasi riset, ilmu murni, atau pencarian pemahaman dan penjelasan perilaku sebelum menggunakan pengetahuan sebagai solusi permasalahan sosial; 8. Integrasi riset politik dengan riset-riset ilmu sosial lainnya.
Dalam menentang pendekatan tradisional, para ilmuan politik merujuk alternatif mereka sebagai revolusi behavioral. Terdapat sejumlah besar ketidakpuasan atas riset dan pengajaran yang diorientasikan pada pembentukan studi politik untuk menjadikannya disiplin ilmiah yang kokoh. Ketidakpuasaan ini menghasilkan pendukung utama revolusi behavioral sebagai revolusi paskabehavioral. Berorientasi ke masa depan menuju ‘relevansi’ dan ‘tindakan’, kredo paska behavioral terdiri dari sejumlah doktrin. Pertama, substansi mendahului teknik sehingga permasalahan sosial yang mendesak menjadi lebih penting daripada peralatan investisigasi. Kedua, behavioralisme bersifat konservatif dan terbatas pada abstraksi, bukannya kenyataan saat-saat krisis. Ketiga, ilmu tidak dapat bersikap netral ketika dilakukan evaluasi, fakta tidak dapat dipisahkan dari nilai dan alasan-alasan nilai harus dikaitkan dengan pengetahuan. Keempat, kaum intelektual harus mengemban tanggung jawab masyarakat mereka, mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan dalam peradaban dan tidak semata-mata menjadi sekelompok teknisi yang terisolisasi dan terlindung dari isu-isu dan permasalahan yang melingkupi pekerjaan mereka. Kelima, para intelektual harus menerapkan pengetahuan dan terlibat dalam pembentukan ulang masayarakat, dan keenam, para intelektual harus memasuki kancah perjuangan mutakhir dan berpartisipasi dalam politisasi institusi-institusi profesi dan akademik.
Pergerakan menuju perumusan paradigma ortodoks dapat ditelusuri dari tradisi positivisnya, khususnya empirisme logis yang memikat banyak pemikir positivis di akhir abad ke sembilan belas dan para behavioralis di pertengahan abad ke dua puluh.  Paradigma ortodoks berkembang sebagai reaksi terhadap pendekatan tradisional yang berkarakter tidak kompartif, deskriptif, sempit, dan statik, yang berfokus pada aspek-aspek legal dan formal pemerintah. Sedangkan, paradigma radikal dapat ditelusuri dari asal usul historisnya dan reaksi-reaksi antipositivis terhadap paskabehavioralisme di pertengahan abad ke dua puluh. Historisme berposisi bahwa ilmu hanya dapat dipahami dalam pengertian sejarah, dan paradigma radikal menarik asumsi-asumsi historisnya dari pemikiran marxis.
Terdapat enam karakteristik umum membedakan paradigma ortodoks dan radikal. Pertama, paradigma ortodoks cenderung bersifat aristokrat dalam interpretasi analisis, konsekuensi dari orientasi mikronya, wawasan terhadap masyarakat yang terkompartemen, orientasi rasionalnya, dan fokusnya terhadap permasalahan yang dibatasi oleh batas-batas disipliner. Sebaliknya, paradigma radikal bersifat holistik dalam interpretasi dan analisis. Persperktif-perspektif makronya memandang masyarakat sebagai kesatuan dan tidak rasionalis dalam berperilaku, serta analisisnya bersifat interdisipliner. Kedua, sementara paradigma ortodoks berfokus pada sistem-sistem stabil yang elemen-elemennya berada dalam kesetimbangan, paradigma radikal menghubungkan politik dengan konsepsi negara yang menghadapi perseteruan satu hirarki para pemberi suara dengan kelompok-kelompok massa dalam masyarakat. Ketiga, paradigma ortodoks membayangkan suatu budaya partisipasi dan interaksi sipil ideal di antara beragam kelompok yang memperebutkan kekuasaan dan pengaruh dalam pengambilan keputusan. Sebaliknya, paradigma radikal memberikan sebuah analisis kelas dalam masyarakat. Kelas-kelas dan konflik di antara mereka ditentukan oleh hubungan mereka dengan mode dan kekuatan-kekuatan produksi. Keempat, kedua paradigma berkaitan dengan kewenangan, dengan paradigma ortodoks menekankan sentralisasi orde dalam masyarakat yang semakin terkhususkan, sedangkan paradigma radikal menekankan sentralisasi kewenangan dengan suatu basis yang umum dan luas. Kelima, paradigma ortodoks memandangan penguasa bersifat tersebar dan terbagi-bagi di antara banyak pusat kekuasaan atau sebagai perwakilan dari beragam segmen dalam masyarakat, sementara paradigma radikal memandang penguasa bersifat dominan, terkonsentrasi secara sosial, dan dipersatukan dalam kepentingan-kepentingan politik maupun ekonomi. Keenam, paradigma ortodoks mendefinisikan perkembangan bersifat evolusioner, umumnya unilinier, materialistik, dan progresif. Sebaliknya, paradigma radikal memahami perkembangan bersifat revolusioner dan multilinier, serta memperhatikan seluruh kebutuhan semua orang.

Perlunya kajian politik perbandingan yang sistematis, sehingga menghasilkan generalisasi yang membantu membangun teori. Dengan demikan, perbandingan politik dari negara-negara dan generalisasi yang dihasilkan memungkinkan prediksi mendasar dan pelajaran bagi negara lain. Secara umum, terdapat tiga alasan mendasar mengapa diperlukannya kajian mengenai politik perbandingan, yaitu : pengklasifikasian, pengetesan hipotesis, dan prediksi.

Partai Politik di Australia

Selayang Pandang Australia
Australia merupakan benua terkecil di dunia. Memiliki nama lain sebagai negara benua. Hal ini dikarenakan terdapat satu negara yang meliputi seluruh wilayah benua. Terletak disebelah selatan Kepulauan Indonesia, dengan letak astronomis 113 BT- 155 BT dan 10 LS – 43 LS dan luas benua 7.686.850 km’segi. Berbatasan dengan Samudra Hindia di wilayah Barat dan Selatan, Samudra Pasifik di wilayah Timur, serta Laut Timor dan Laut Arafuru di wilayah Utara. Canberra merupakan ibu kota negara ini. Melalui monarki konstitusional Australia membentuk Pemerintahan, dengan bentuk negara federasi yang dikepalai Ratu/ Raja Inggris diwakili Gubernur Jenderal sebagai kepala negara dan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan.[1]
Secara bahasa Australia berasal dari kata australis (latin) berarti selatan, terdapat istilah dalam cerita Romawi “Terra Australis Incugnita” yang berarti “Daerah selatan yang tidak diketahui”. Penemu Australia adalah Willems Jansz, merupakan seorang pelaut asal Eropa, pada tahun 1606 di tanjung York. Penemuan yang disebut New Holland ini berhasil dipetakan terutama pesisit barat dan utara. Kemudian pada tahun 1770 James Cook datang dan menamainya New South Walles.
Pasca perang berakhir pada tahun 1945, ratusan ribu imigran dari seluruh penjuru Eropa dan Timur Tengah berdatangan ke Australia, memperoleh pekerjaan di sektor manufaktur yang sedang berkembang pesat. Ekonomi Australia tumbuh disepanjang tahun 1950-a, dengan berbagai proyek pembangungan besar dan permintaan internasional akan ekspor utama Australia, yaitu logam, wol, daging dan terigu. Hal ini menjadikan Australia semakin makmur. Namun, seperti halnya negara lain, Australia mengalami gelombang suasana revolusi di tahun 1960-an. Keragaman etnik, meningkatnya kemandirian dari Inggris, dan penentangan umum atas Perang Vietnam, menjadikan perubahan suasan dari sisi politik, ekonomi dan sosial. pada tahun 1967, sebagian besar rakyat Australia menyetujui referendum nasional untuk memberi mandat bagi pemerintah federal dalam membuat undang-undang atas nama warga Aborigin dan mengikutsertakan mereka dalam sensus mendatang. Hasilnya merupakan titik kampanye reformasi yang kuat baik dari kaum Aborigin maupun kaum kulit putih Australia.
Pada tahun 1972, pengacara Gough Whitlam yang memimpin Partai Buruh Australia berhasil memegang kekuasaan sekaligus mengakhiri dominasi pasca peang koalisi Partai Liberal dan Partai Nasional/Negeri. Pemerintahan baru mengakhiri wajib militer, menghapus biaya universitas dan meluncurkan pperawatan kesehatan gratis secara universal. selain itu, menghapus kebijakan australia putih dan melakukan kebijakan multikultur, serta memperkenalkan penceraian “tanpa salah” dan gaji yang setara bagi wanita. Namun, pada tahun1975 inflasi dan permasalahan lainnya menyebabkan gubernur jenderal membubarkan pemerintah. Sehingga dalam pemilu berikutnya, Partai Buruh mengalami kekalahan besar dan Koalisi Liberal-Nasional berhasil memerintah sampai tahun 1983.[2]
Diantara tahun 1983 sampai 1996, pemerintah Partai Buruh Hawke-Keating memperkenalkan sejumlah reformasi ekonomi, seperti deregulasi sistem perbankan dan membuat sistem mengambang untuk dolar Australia. Di tahun 1996, Pemerintah koalisi di bawah pimpinan John Howard memenangkan pemilu, dan kembali terpilih di tahun 1998, 2001 dan 2004. Pemerintahan Koalisi Liberal-Nasional menetapkan berberapa reformasi, termasuk perubahan dalam sistem perpajakan dan hubungan industrial. Di tahun 2007, Partai Buruh pimpinan Kevin Rudd terpilih dengan agenda untuk mereformasi sistem hubungan industrial, kebijakan perubahan iklim serta sektor kesehatan dan pendidikan Australia.[3]
Jumlah Partai Politik
Berikut partai-partai politik yang ada di Australia[4] :
1.      Animal Justice Party
2.      Australia First Party (NSW) Incorporated
3.      Australian Christians
4.      Australian Cyclists Party – (reg 20/8/14)
5.      Australian Defence Veterans Party – (reg 15/6/15)
6.      Australian Equality Party – (reg 9/10/14)
7.      Australian First Nations Political Party
8.      Australian Greens
a.       The Greens NSW
b.      Queensland Green
c.       The Greens (WA) Inc
9.      Australian Independents
10.  Australian Labor Party (ALP)
a.       Australian Labor Party (NSW Branch)
b.      Australian Labor Party (Victorian Branch)
c.       Australian Labor Party (State of Queensland)
d.      Australian Labor Party (Western Australian Branch)
e.       Australian Labor Party (South Australian Branch)
f.        Australian Labor Party (Tasmanian Branch)
g.      Australian Labor Party (ACT Branch)
h.      Australian Labor Party (Northern Territory Branch)
i.        Country Labor Party
11.  Australian Motoring Enthusiast Party
12.  Australian Progressives – (reg 17/2/15)
13.  Australian Sovereignty Party
14.  Australian Sports Party
15.  Australian Stable Population Party
16.  Australian Voice Party
17.  Bullet Train For Australia
18.  Christian Democratic Party (Fred Nile Group)
19.  Citizens Electoral Council of Australia
20.  Coke in the Bubblers
21.  Country Alliance
22.  Country Liberals (Northern Territory)
23.  Drug Law Reform Australia
24.  Family First Party
25.  Future Party
26.  Help End Marijuana Prohibition (HEMP) Party
27.  Jacqui Lambie Network – (reg 14/5/15)
28.  John Madigan’s Manufacturing and Farming Party – (reg 18/5/15)
29.  Katter’s Australian Party
30.  Liberal Democrats
31.  Liberal Party of Australian
a.       Liberal Party of Australia, NSW Division
b.      Liberal Party of Australia (Victorian Division)
c.       Liberal National Party of Queensland
d.      Liberal Party (W.A. Division) Inc.
e.       Liberal Party of Australia (S.A. Division)
f.        Liberal Party of Australian – Tasmanian Division
g.      Liberal Party of Australia (ACT Division)
32.  National Party of Australia
a.       National Party of Australia – N.S.W.
b.      National Party of Australia – Victoria
c.       National Party of Australia (WA) Inc
d.      National Party of Australia (S.A.) Inc
33.  Natural Medicine Party
34.  Nick Xenophon Team – (Dec 3, 2014: named changed from Nick Xenophon Group)
35.  Non-Custodial Parents Party (Equal Parenting)
36.  Online Direct Democracy (Empowering the People!) – (Jan 23, 2015: name changed from Senator Online (Internet Voting Bills/Issues))
37.  Outdoor Recreation Party (Stop The Greens)
38.  Palmer United Party
39.  Pauline Hanson’s One Nation – (Jun 26, 2015: name changed from One Nation)
40.  Pirate Party Australia
41.  Republican Party of Australia
42.  Rise Up Australia Party
43.  Secular Party of Australia
44.  Seniors United NSW – (reg 4/3/15)
45.  Shooters and Fishers Party
46.  Smokers Rights Party
47.  Socialist Alliance
48.  Socialist Equality Party
49.  Sustainable Population Party – (formerly Australian Stable Population Party)
50.  The Arts Party – (reg 6/8/14)
51.  The Wikileaks Party
52.  21st Century Australia
53.  Uniting Australia Party
54.  Voluntary Euthanasia Party
Deregistered Parties : Jun 29, 2015: Carers Alliance, Jun 15, 2015: Australian Protectionist Party, May 28, 2015: Building Australia Party, May 06, 2015: Single Parents’ Party, May 04, 2015: Australian Sex Party, Apr 23, 2015: Democratic Labour Party (DLP), Apr 16, 2015: Mutual Party – (formerly Bank Reform Party), Apr 16, 2015: Australian Democrats, Apr 14, 2015: Freedom and Prosperity Party – (formerly No Carbon Tax Climate Sceptics), Mar 17, 2015: Stop CSG Party, Jan 21, 2015: The 23 Million, Dec 08, 2014: Australian Fishing and Lifestyle Party.
Unregistered Political Parties or Organisations : Australian Reform Party, Communist Party of Australia, Democratic Socialist Perspective, Net Effect Party, Progressive Labour Party, Socialism Web Site, Socialist Party Australia.
Partai Politik di Australia
Pada umumnya Australia tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan negara lain terkait aktivitas Partai Politik. umumnya tidak terdapat pengaturan khusus dalam kegiatan internal partai, namun disiplin internal partai sangatlah ketat. Terdapat sistem resmi dalam pendaftaran partai dan pelaoran kegiatannya, melalui Komisi Pemilihan Australia dan komisi setara di tingkat negara bagian atau teritori.
Dalam praktiknya, Australia memiliki empat partai politik utama[5], yaitu :
1.      Partai Buruh Australia (ALP) adalah partai sosial demokrat yang didirikan oleh gerakan buruh Australia. ALP telah berkuasa sejak akhir 2007. ALP merupakan partai politik tertua di Australia, yang didirikan pada tahun 1890. Partai ini merupakan partai politik satu-satunya yang terus menerus meraih suara di House of Representatives (majelis rendah) sejak tahun 1901. Sepanjang abad 20, ALP mengalami tiga kali perpecahan yang melemahkan posisinya dalam kancah politik Australia. Partai ini memegang kekuasaan Pemerintahan Federal selama sepertiga masa sejak terbentuknya Federasi Australia seratus tahun yang lalu. Pada dasarnya, ideologi Partai Buruh Australia adalah sosialisme yang berpangkal pada ajaran Marxisme yang pada akhirnya menjadi ideology perjuangan buruh industri pada akhir abad lalu. Meski partai buruh pada umumnya digambarkan sebagai partai demokrasi sosial, konstitusi menetapkan bahwa Partai Buruh Australia beraliran sosialis  demokratis.  “The light on the hill” adalah ungkapan yang digunakan untuk menjelaskantujuan dari Partai Buruh Australia. Ungkapan itu pertama kali diciptakan dalam pidato konferensi 1949 oleh Perdana Menteri Ben Chifley. Partai ini diciptakan dan selalu dipengaruhi sampai batas tertentu oleh anggota serikat buruh. Kebijakan-kebijakan yang dihasilkan pada waktu tertentu telah menjadi kebijakan gerakan buruh secara luas.
2.      Partai Liberal adalah partai sayap kanan tengah. Awalnya partai ini dibentuk dari penggabungan kalangan Proteksionis dan partai-partai Perdagangan Bebas pada tahun 1910. Partai yang didirikan olah mantan Perdana Menteri Robert Menzies -Perdana Menteri terlama dalam sejarah Australia-- ini telah mengalami beberapa kali perubahan, yang klimaksnya terjadi dewasa ini. Menzies menjabat Ketua Umum partai ini sejak 1944 hingga 1966 dan menjabat Perdana Menteri Australia selama tiga periode. Partai Liberal berkuasa dan menjalankan pemerintahan dengan koalisinya, Partai Nasional selama 35 tahun sejak 51 tahun terakhir. Sekarang partai ini dipimpin oleh John Howard. Partai ini memegang kekuasaan di Australia sejak tahun 1996 dengan berkoalisi bersama Partai Nasional. Dalam pemilihan federal tahun 2007, partai ini dikalahkan oleh Partai Buruh Australia yang dipimpin oleh Kevin Rudd.
3.      Partai Nasional Australia, sebelumnya Partai Negeri, adalah partai konservatif yang mewakili kepentingan pedesaan. Awalnya dikenal sebagai Partai Daerah, Partai Nasional selalu meraih kursi di Parlemen Federal sejak 1919. pada tahun 1970-an, partai ini merubah namanya menjadi Partai Daerah Nasional, lalu berubah lagi menjadi Partai Nasional pada tahun 1980an. Dukungan terhadap partai yang basis massanya berada di pedesaan ini cenderung menurun. Meskipun tetap memiliki kekuatan di House of Representatives, serta menjalankan pemerintahan bersama-sama dengan koalisinya, Partai Liberal, partai ini menghadapi tantangan berat dari partai-partai kecil dan kandidat independen pada Pemilu baru lalu.
4.      Partai Hijau Australia adalah partai sayap kiri dan lingkungan. The Greens atau Partai Hijau merupakan fenomena yang muncul pada tahun 1980-an seiring dengan gencarnya gerakan sadar lingkungan pada waktu itu, seperti perjuangan menyelamatkan Bendungan Franklin di Tasmania. Partai ini memiliki pengaruh kuat di Parlemen Negara Bagian Tasmania, selain mampu menarik dukungan di Australia Barat dan mendudukkan seorang wakilnya di Senat. Partai ini lebih banyak bergerak pada lingkungan.
Partai politik dominan di Australia memiliki tata cara yang terstruktur dalam melibatkan anggota mereka ketika menyikapi pengembangan kebijakan partai atas isu-isu tertentu. Pada umumnya, politisi terpilih tidak menentang kebijakan partai mereka di parlemen. [6]
Selain itu, meskipun komentator-komentator di Australia mengamati pola pemilihan umum semakin dekat dengan konsep ‘presidensial’ seperti halnya penggunaan beberapa metode kampanye yang Amerika Serikat telah gunakan, melainkan struktur dasar dari sistem Australia cenderung menekankan  posisi kebijakan publik atau program dibandingkan dengan kepribadian atau figuritas seorang politisi.[7]
Kemuadian terkait dengan pemilu di Australia, seperti halnya di negara demokrasi lainnya, biaya kampanye pemilu dan sumber dana kegiatan politik menjadi hal yang lazim diperbincangkan sehingga menjadi isu yang terus didiskusikan di Australia. Sejak tahun 1984, sistem pendanaan partai politik dikolola oleh Komisi Pemilihan Umum Australia dan keterbukaan kampanye pemilihan umum telah diterapkan. Ketentuannya adalah partai politik harus meraih sedikitnya 4 persen dari suara yang sah dalam pemilihan umum yang mereka ikuti, dengan demikian akan menerima dana dari publik. Selain itu partai politik diharuskan untuk memberikan transparansi terkait pengeluaran dana kampanye dan sumber-sumber sumbangan yang didapat, dengan ketentuan tidak melampaui batas yang telah ditentukan. Selain itu, calon perorangan pun diharuskan untuk memberikan transparansi terkait sumbangan dan tidak boleh melampaui batas tertentu. Dengan demikian, baik itu partai politik maupun perorangan yang berkontestasi dalam pemilihan umum dihatuskan untuk melaporkan hadiah atau sumbangan yang diterima selang kampanye, namun dalam teknisnya tidak selalu berturut-turut harus melaporkan melainkan terdapat periode waktu untuk melaporkan hal tersebut kepada Komisi Pemilihan Umum Australia.


Daftar Pustaka
http://www.adelia.web.id/geografis-benua-australia/
http://indonesia.embassy.gov.au/jaktindonesian/sistem_pemerintahan.html


[1] http://www.adelia.web.id/geografis-benua-australia/ diakses pada tanggal 30 Juni 2015, pukul 08.00
[2] http://www.australia.com/id-id/facts/history.html diakses pada tanggal 30 Juni 2015, pukul 09.00
[3] Ibid
[7] Ibid 

Lowell Barrington, Comparative Politics Structures and Choices (Australia: Wadsworth, 2013), 227-257. & Peter Calvert, Comparative Politics: An Introduction (Harlow: Pearson, 2002), 297-320.

Bagaimanakah menghubungkan elite dan massa dalam proses politik? Literatur kali ini membahas dan mengeksplorasi konsep-konsep mengenai el...