Pertanyaan :
- Cari tentang
Prinsip-prinsip
tentang negara-bangsa (nation state)!
- Cari tentang
perjanjian-perjanjian Hak Asasi Manusia (human rights)!
- Bagaimana nilai-nilai pembentuk
konstitusi
dijadikan materi muatan dalam Konstitusi?
Jawaban
:
1. Konsep
negara bangsa (nation state) adalah tentang negara modern. Seperti telah
didefiniikan di atas, suatu negara dikatakan telah memenushi syarat sebagai
sebuah negara modern jika setidaknya memenuhi syarat-syarat pokok selain faktor
kewilayahan dan penduduk yang merupakan modal bangsa (nation) sebelum menjadi
sebuah negara. Sedangkan untuk menjadi sebuah negara bangsa maka syarat-syarat
yang lain adalah adanya batas-batas teritorial wilayah, pemerintahan yang sah,
dan pengakuan dari negara lain. (rosyada,
ubaidillah, razak, sayuti, & salim, 2003) Seperti halnya
Indonesia sudah memikiki syarat-syarat tersebut.
Oleh karena itu, yang dimaksud dengan prinsip-prinsip
mengenai negara bangsa adalah tiga faktor khusus yang dikriteriakan kepada
sebuah bentuk negara modern, yaitu :
a.
adanya batas-batas teritorial wilayah
b.
pemerintahan yang sah
c.
dan pengakuan dari negara lain
2. Mencari
tentang perjanjian-perjanjian hak asasi manusia, merupakan bagian dari
perkembangan pemikiran manusia mengenai hak asasi manusia. Awalnya HAM diakui
karena hukum alam. Menurut Marcus G. Singer merupakan konsep dari
prinsip-prinsip umum moral dan menegaskan bahwa hukum alam diatur berdasarkan
logika manusia. Karenanya manusia akan mentaati hukum alam tersebut. Seperti
diakui oleh aristoteles bahwa hukum alam merupakan produk rasio manusia demi
terciptanya keadilan abadi. Salah satu muatan hukum alam adalah hak-hak
pemberian dari alam (natural right), karena dalam hukum alam ada sistem
keadilan yang berlaku universal (effendi, 1994) .
Pada umumnya, pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya
HAM dikawasan Eropa dimulai dengan lahirnya Magna
Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki
kekuasaan absolut, menjadi dibatasi
kekuasaannya dan mulai diminta pertanggungjawabannya dimata hukum. Dengan
lahirnya Magna Charta, maka diikuti
oleh lahirnya Bill of Rights pada
tahun 1689 di Inggris. Pada masa itu, mulai timbul pandangan(adagium) yang
intinya bahwa manusia sama di muka hukum. Bill
of Rights melahirkan asas persamaan harus diwujudkan, betapa pun berat
resiko yang dihadapi, karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak
persamaan. Untuk mewujudkan semua itu, maka lahirlah teori kontrak sosial J.J Rosseu, teori trias politika Mountesquieu, teori hukum kodrati John Locke, dan Thomas Jefferson di AS yang
mencanangkan hak-hak dasar dan persamaan (effendi, 1994) .
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya
The American Declaration of Independence
yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquieu. Hal ini mempertegas bahwa
manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis
bila sudah lahir, ia harus dibelenggu. Pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana ketentuan
hak lebih dirinci lagi sebagai mana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada
penangkaan danpenahanan yang semena-mena, termasuk penangkapan tanpa alasan
yang sah dan penahanan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang
sah. Kemudian prinsip tersebut dipertegas denganprinsip
freedom of expression, freedom of religion, The right of property. Pada masa
ini sudah mencakup hak-hak yang menjamin tumbuhnya demokrasi maupun negara
hukum (effendi, 1994) .
Selanjutnya, perkembangan HAM begitu signifikan dengan
munculnya The Four Freedoms dari
Presiden Roosevelt pada tanggal 06 januari 1941, rumusannya adalah ada empat
hak yaitu hak kebebasan bicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk
agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya, hak kebebasan
dari kemiskinan dalam pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat
kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari
ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak
satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan
terhadap negara lain (effendi, 1994) .
Selanjutnya pada tahun 1944 diadakan konferensi buruh
internasional di Philadelphia yang kemudian menghasilakan Deklarasi Philadelphia. Isinya adalah kebutuhan penting untuk
menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan sosial dan perlindungan seluruh manusiaapapun ras,
kepercayaan, keamanan ekonomi dan kesempatan yang sama (fakih &
dkk, 2003) .
Sesudah perang dunia II dijadikan dasar pemikiran dan embrio rumusan HAM yang
bersifat universal sebagaimana dalam The
Universal Declaration of Human Rights PBB tahun 1948 (rosyada,
ubaidillah, razak, sayuti, & salim, 2003) .
Pemikiran HAM terus berlangsung dalam rangka mencari
rumusan HAM yang sesuai dengan konteks ruang dan zamannya. Secara garis besar
perkembangan pemikiran HAM dibagi menjadi 4 generasi. Generasi pertama berpendapat bahwa pengertian HAM hanya berpusat
pada bidang hukum dan politik. Hal ini disebabkan dampak dari situasi perang
dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan negara-negara baru merdeka untuk
menciptakan suatu tertib hukum yang baru. Generasi
kedua tidak hanya menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial,
ekonomi, politik dan budaya. Hal ini menunjukan perluan konsep dan cakupannya.
Maka pada generasi ini lahirlah Internasional Covenant on Economic, Sosial, and
Cultural Right dan Internasional Covenant on Civil and Political Right hal ini
disepakati sidang umum PBB pada tahun 1966. Generasi
ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya,
politik dan hukum dalam satu keranjang yang disebut hak-hak melaksanakan
pembangunan (The Rights of Development) sebagai istilah yang diberikan oleh
Internasional Comission of Justice. Pada generasi ini banyak menimbulkan hal
negatif, sebab pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama sedangkan hak-hak
yang lain terabaikan. Selanjutnya generasi keempat mengkritik generasi ketiga
yang befokus pada pembangunan ekonomi, karena program pembangunan tidak
digunakan untuk kesejahteraan rakyat melainkan untuk kepentingan sekelompok
elit. Pemikiran HAM masa ini dipelopori oleh negara-negara dikawasan asia pada
tahun 1983 yang melahirkan deklarasi hak asaasi manusia yang disebut Declaration of The Basic Duties of Asia
People and Government, generasi ini berpihak pada terciptana tatanan sosial
yang berkeadilan, sehingga bukan hanya hak asasi yang dibicarakan, melainkan
kewajiban asasi pun menjadi topik pembicaraan. Deklarasi ini sukses mengukuhkan
negara untuk memenuhi hak asasi rakyatnya, seperti halnya self development,
perdamaian, partisipasi rakyat, hak-hak budaya, dan hak keadilan sosial.
3. Prinsip-prinsip tentang negara-bangsa,
Hukum,
Hak asasi manusia,
kebebasan individual merupakan nilai-nilai yang dijadikan sebagai materi muatan dalam pembentukan Konstitusi. Secara umum konstitusi harus mewakili
kepentingan berbagai kelompok dalam satu keutuhan negara bangsa, sehingga baik
kelompok mayoritas maupun minoritas dapat saling berdampingan dalam nanguan
sebuah konstitusi yang melindungi hak-hak mereka. Namun sejatinya, bagaimana
pembentukan konstitusi itu? Sehingga memerlukan muatan khusus yang tentunya
bertujuan untuk kebaikan bersama.
Oleh karena itu, coba kita perhatikan nilai yang
pertama dalam pembentukan konstitusi yaitu prinsip-prinsip naton-state yang
mengartikan sebuah naungan dari berbagai kelompok dalam satu wilayah legal dan
membentuk sebuah organisasi kekuasaan yang tentunya diakui oleh negara lain.
Sejatinya konstitusi membutuhkan tempat bernaung sehinngga jelas
prinsip-prinsip negara-bangsa menjadi acuan utama, karena dengan adanya negara
lah konstitusi dapat dimuat.
Selanjutnya adalah sebuah nilai yang terbentuk dari
tatanan hukum yang berlaku, hal ini menujukan bahwa dalam proses pembentukan
konstitusi maka penting bagi kita untuk memahami karakter hubungan kekuasaan antara negara dan
masyarakat, antarlembaga
negara,
bentuk negara,
sistem pemerintahan,
kedudukan dan peran negara
dengan
demikian terdapat landasan awal dalam membentuk konsep dasar dari sebuah
konstitusi, karena hal ini sangat memerlukan kejelasan dari sebuah identitas
negara. Karena konstitusi akan menjaga identitas negara tersebut.
Selain memperhatikan aspek organisasi dan peraturan
yang ada, penting bagi kita untuk menegakkan Hak Asasi Manusia demi terwujudnya
keadilan dalam sebuah tatanan organisasi kekuasaan, menjadikan manusia sebagai
manusia, dan menghindari pemimpin tirani. Jika orientasi sebuah negara itu
adalah kesejahteraan rakyat, maka HAM menjadi komponen penting yang harus ada
dalam proses pencapaian tersebut. Oleh karena itu, dalam pembentukan konstitusi pun terkandung
nilai-nilai dalam menegakkan Hak Asasi Manusia.
Selanjutnya adalah kebebasan individu, merupakan
nilai-nilai yang mesti menjadi muatan dalam sebuah pembentukan konstitusi.
Seperti halnya pembahasan sebelumnya mengenai hak asasi manusia, kebebasan
individu merupakan salah satu hak yang harus dipenuhi negara kepada
masyarakatnya. Sehingga dengan tercantum muatan kebebasan individu dalam
konstitusi, maka masyarakat dapat terjamin dalam mewujudkan setiap
keinginannya, sehingga masyarakat lebih terdorong untuk berkreasi dan
berinovasi dan tentunya memajukan kualitasnya sesuai dengan keinginannya
sendiri, tidak ada paksaan dari negara dan tidak ada rasa takut karena dihantui
oleh barisan bersenjata ataupun perangkat pemerintahan yang dapat membatasi
kebebasan individu tersebut.
Daftar
pustaka :
Effendi, M. (1994). Dimensi dan Dinamika Hak Asasi
Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Fakih, M., & dkk.
(2003). Menegakkan Keadilan dan Kemanusiaan: Pegangan untuk Membangun Gerakan HAM. Yogyakarta: Insist Press.
Rosyada, D.,
Ubaidillah, A., Razak, A., Sayuti, W., & Salim, M. A. (2003). Demokrasi,
Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Icce Uin Syarif
Hidayatullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar