Rabu, 15 Maret 2017

Konstitusi dan Dinamika Politik

Pertanyaan :
  1. Cari tentang Prinsip-prinsip tentang negara-bangsa (nation state)!
  2. Cari tentang perjanjian-perjanjian Hak Asasi Manusia (human rights)!
  3. Bagaimana nilai-nilai pembentuk konstitusi dijadikan materi muatan dalam Konstitusi?
 Jawaban :
1.      Konsep negara bangsa (nation state) adalah tentang negara modern. Seperti telah didefiniikan di atas, suatu negara dikatakan telah memenushi syarat sebagai sebuah negara modern jika setidaknya memenuhi syarat-syarat pokok selain faktor kewilayahan dan penduduk yang merupakan modal bangsa (nation) sebelum menjadi sebuah negara. Sedangkan untuk menjadi sebuah negara bangsa maka syarat-syarat yang lain adalah adanya batas-batas teritorial wilayah, pemerintahan yang sah, dan pengakuan dari negara lain. (rosyada, ubaidillah, razak, sayuti, & salim, 2003) Seperti halnya Indonesia sudah memikiki syarat-syarat tersebut.
Oleh karena itu, yang dimaksud dengan prinsip-prinsip mengenai negara bangsa adalah tiga faktor khusus yang dikriteriakan kepada sebuah bentuk negara modern, yaitu :
a.       adanya batas-batas teritorial wilayah
b.      pemerintahan yang sah
c.       dan pengakuan dari negara lain

     2.      Mencari tentang perjanjian-perjanjian hak asasi manusia, merupakan bagian dari perkembangan pemikiran manusia mengenai hak asasi manusia. Awalnya HAM diakui karena hukum alam. Menurut Marcus G. Singer merupakan konsep dari prinsip-prinsip umum moral dan menegaskan bahwa hukum alam diatur berdasarkan logika manusia. Karenanya manusia akan mentaati hukum alam tersebut. Seperti diakui oleh aristoteles bahwa hukum alam merupakan produk rasio manusia demi terciptanya keadilan abadi. Salah satu muatan hukum alam adalah hak-hak pemberian dari alam (natural right), karena dalam hukum alam ada sistem keadilan yang berlaku universal (effendi, 1994).
Pada umumnya, pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dikawasan Eropa dimulai dengan lahirnya Magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan  absolut, menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai diminta pertanggungjawabannya dimata hukum. Dengan lahirnya Magna Charta, maka diikuti oleh lahirnya Bill of Rights pada tahun 1689 di Inggris. Pada masa itu, mulai timbul pandangan(adagium) yang intinya bahwa manusia sama di muka hukum. Bill of Rights melahirkan asas persamaan harus diwujudkan, betapa pun berat resiko yang dihadapi, karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan. Untuk mewujudkan semua itu, maka lahirlah teori kontrak sosial J.J Rosseu, teori trias politika Mountesquieu, teori hukum kodrati John Locke, dan Thomas Jefferson di AS yang mencanangkan hak-hak dasar dan persamaan (effendi, 1994).
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquieu. Hal ini mempertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sudah lahir, ia harus dibelenggu. Pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana ketentuan hak lebih dirinci lagi sebagai mana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi tidak boleh ada penangkaan danpenahanan yang semena-mena, termasuk penangkapan tanpa alasan yang sah dan penahanan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Kemudian prinsip tersebut dipertegas denganprinsip freedom of expression, freedom of religion, The right of property. Pada masa ini sudah mencakup hak-hak yang menjamin tumbuhnya demokrasi maupun negara hukum (effendi, 1994).
Selanjutnya, perkembangan HAM begitu signifikan dengan munculnya The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt pada tanggal 06 januari 1941, rumusannya adalah ada empat hak yaitu hak kebebasan bicara dan menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya, hak kebebasan dari kemiskinan dalam pengertian setiap bangsa berusaha mencapai tingkat kehidupan yang damai dan sejahtera bagi penduduknya, hak kebebasan dari ketakutan, yang meliputi usaha, pengurangan persenjataan, sehingga tidak satupun bangsa berada dalam posisi berkeinginan untuk melakukan serangan terhadap negara lain (effendi, 1994).
Selanjutnya pada tahun 1944 diadakan konferensi buruh internasional di Philadelphia yang kemudian menghasilakan Deklarasi Philadelphia. Isinya adalah kebutuhan penting untuk menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan sosial dan  perlindungan seluruh manusiaapapun ras, kepercayaan, keamanan ekonomi dan kesempatan yang sama (fakih & dkk, 2003). Sesudah perang dunia II dijadikan dasar pemikiran dan embrio rumusan HAM yang bersifat universal sebagaimana dalam The Universal Declaration of Human Rights PBB tahun 1948 (rosyada, ubaidillah, razak, sayuti, & salim, 2003).
Pemikiran HAM terus berlangsung dalam rangka mencari rumusan HAM yang sesuai dengan konteks ruang dan zamannya. Secara garis besar perkembangan pemikiran HAM dibagi menjadi 4 generasi. Generasi pertama berpendapat bahwa pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Hal ini disebabkan dampak dari situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan negara-negara baru merdeka untuk menciptakan suatu tertib hukum yang baru. Generasi kedua tidak hanya menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Hal ini menunjukan perluan konsep dan cakupannya. Maka pada generasi ini lahirlah Internasional Covenant on Economic, Sosial, and Cultural Right dan Internasional Covenant on Civil and Political Right hal ini disepakati sidang umum PBB pada tahun 1966. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam satu keranjang yang disebut hak-hak melaksanakan pembangunan (The Rights of Development) sebagai istilah yang diberikan oleh Internasional Comission of Justice. Pada generasi ini banyak menimbulkan hal negatif, sebab pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama sedangkan hak-hak yang lain terabaikan. Selanjutnya generasi keempat mengkritik generasi ketiga yang befokus pada pembangunan ekonomi, karena program pembangunan tidak digunakan untuk kesejahteraan rakyat melainkan untuk kepentingan sekelompok elit. Pemikiran HAM masa ini dipelopori oleh negara-negara dikawasan asia pada tahun 1983 yang melahirkan deklarasi hak asaasi manusia yang disebut Declaration of The Basic Duties of Asia People and Government, generasi ini berpihak pada terciptana tatanan sosial yang berkeadilan, sehingga bukan hanya hak asasi yang dibicarakan, melainkan kewajiban asasi pun menjadi topik pembicaraan. Deklarasi ini sukses mengukuhkan negara untuk memenuhi hak asasi rakyatnya, seperti halnya self development, perdamaian, partisipasi rakyat, hak-hak budaya, dan hak keadilan sosial.

    3.   Prinsip-prinsip tentang negara-bangsa, Hukum, Hak asasi manusia, kebebasan individual merupakan nilai-nilai yang dijadikan sebagai materi muatan dalam pembentukan Konstitusi. Secara umum konstitusi harus mewakili kepentingan berbagai kelompok dalam satu keutuhan negara bangsa, sehingga baik kelompok mayoritas maupun minoritas dapat saling berdampingan dalam nanguan sebuah konstitusi yang melindungi hak-hak mereka. Namun sejatinya, bagaimana pembentukan konstitusi itu? Sehingga memerlukan muatan khusus yang tentunya bertujuan untuk kebaikan bersama.
Oleh karena itu, coba kita perhatikan nilai yang pertama dalam pembentukan konstitusi yaitu prinsip-prinsip naton-state yang mengartikan sebuah naungan dari berbagai kelompok dalam satu wilayah legal dan membentuk sebuah organisasi kekuasaan yang tentunya diakui oleh negara lain. Sejatinya konstitusi membutuhkan tempat bernaung sehinngga jelas prinsip-prinsip negara-bangsa menjadi acuan utama, karena dengan adanya negara lah konstitusi dapat dimuat.
Selanjutnya adalah sebuah nilai yang terbentuk dari tatanan hukum yang berlaku, hal ini menujukan bahwa dalam proses pembentukan konstitusi maka penting bagi kita untuk memahami karakter hubungan kekuasaan antara negara dan masyarakat, antarlembaga negara, bentuk negara, sistem pemerintahan, kedudukan dan peran negara dengan demikian terdapat landasan awal dalam membentuk konsep dasar dari sebuah konstitusi, karena hal ini sangat memerlukan kejelasan dari sebuah identitas negara. Karena konstitusi akan menjaga identitas negara tersebut.
Selain memperhatikan aspek organisasi dan peraturan yang ada, penting bagi kita untuk menegakkan Hak Asasi Manusia demi terwujudnya keadilan dalam sebuah tatanan organisasi kekuasaan, menjadikan manusia sebagai manusia, dan menghindari pemimpin tirani. Jika orientasi sebuah negara itu adalah kesejahteraan rakyat, maka HAM menjadi komponen penting yang harus ada dalam proses pencapaian tersebut. Oleh karena itu,  dalam pembentukan konstitusi pun terkandung nilai-nilai dalam menegakkan Hak Asasi Manusia.
Selanjutnya adalah kebebasan individu, merupakan nilai-nilai yang mesti menjadi muatan dalam sebuah pembentukan konstitusi. Seperti halnya pembahasan sebelumnya mengenai hak asasi manusia, kebebasan individu merupakan salah satu hak yang harus dipenuhi negara kepada masyarakatnya. Sehingga dengan tercantum muatan kebebasan individu dalam konstitusi, maka masyarakat dapat terjamin dalam mewujudkan setiap keinginannya, sehingga masyarakat lebih terdorong untuk berkreasi dan berinovasi dan tentunya memajukan kualitasnya sesuai dengan keinginannya sendiri, tidak ada paksaan dari negara dan tidak ada rasa takut karena dihantui oleh barisan bersenjata ataupun perangkat pemerintahan yang dapat membatasi kebebasan individu tersebut.



Daftar pustaka :

Effendi, M. (1994). Dimensi dan Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Fakih, M., & dkk. (2003). Menegakkan Keadilan dan Kemanusiaan: Pegangan untuk Membangun Gerakan HAM. Yogyakarta: Insist Press.
Rosyada, D., Ubaidillah, A., Razak, A., Sayuti, W., & Salim, M. A. (2003). Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Icce Uin Syarif Hidayatullah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lowell Barrington, Comparative Politics Structures and Choices (Australia: Wadsworth, 2013), 227-257. & Peter Calvert, Comparative Politics: An Introduction (Harlow: Pearson, 2002), 297-320.

Bagaimanakah menghubungkan elite dan massa dalam proses politik? Literatur kali ini membahas dan mengeksplorasi konsep-konsep mengenai el...