Rabu, 15 Maret 2017

Kelembagaan Negara Indonesia

1.      hubungan antara konsep kekuasaan, pembagian kekuasaan, dan Checks and Balances dalam hubungan antar lembaga-lembaga negara

·         Kekuasaan : Menurut Lord Acton jika manuasia diberi kehendak untuk berkuasa, maka tidak menutup kemungkinan sangat besar sekali peluang untuk menyalahgunakan kekuasaan tersebut, dan ketika seorang manusia diberikan kekuasaan yang tak terbatas, maka ia pasti akan menyalahgunakan kekuasaannya tersebut, lebihnya dikenal dengan istilah power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely.[1]  Oleh karena itu, dalam prinsipnya kekuasaan tertinggi hendaklah tidak diberikan pada perseorangan akan tetapi dimuat dalam bentuk konstitusi, sehingga siapapun yang memimpinnya memiliki pedoman utama dalam kepemimpinannya, khusunya dalam kepemimpinan suatu lembaga negara.

·         Pembagian Kekuasaan : setelah adanya konstitusionalisme, maka yang perlu kita perhatikan dalam muatannya itu adalah pembagian atau distribusi kekuasaan yang termuat dalam konstitusi tersebut. Sehingga jelas tergambarkan seperti apa konsep pemerintahan suatu negara. Pada umumnya, negara-negara membaginya pada tiga tatanan kekuasaan yaitu, legislatif, eksekutif dan yudikatif. Akan tetapi, dalam konteks aktual sebuah negara senantiasa memiliki kebutuhannya tersendiri diluar tiga unsur pokok yang tercantum dalam konsep trias politika, misalnya Indonesia dengan adanya lembaga Badan Pemeriksan Keuangan yang dimuat dalam Konstitusi dan kedudukannya sejajar dengan lembaga-lembaga yang mewakili fungsi trias politika. Selain itu, untuk kelancaran dalam proses pemerintahan tersebut, maka dibutuhkanlah konsep Cecks and Balances.

·         Checks and Balances : Secara sederhana, konsep ini dapat kita pahami melalui kewenangan lembaga negara untuk saling memeriksa antara satu sama lainnya, sehingga tercipta keseimbangan dalam proses pemerintahan, dengan demikian terdapat transparansi dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing. Butterworths Concise Australian Legal Dictionary mendefinisikan Checks and Balances sebagai suatu sistem aturan yang menegaskan adanya mekanisme saling kontrol di antara cabang kekuasaan baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif yang didesain untuk mencegah terkonsentrasinya kekuasaan dalam satu cabang sehingga mendominasi cabang kekuasaan yang lain.[2]

·         Oleh karena itu, mekanisme ini bertujuan untuk penyempurnaan aturan dasar penyelenggaraan negara demokratis dan modern, melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas, dan sistem checks and balances yang lebih ketat dan transparan serta pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman.[3] Demikianlah asas dalam konsep hubungan antarlembaga suatu negara.

2.      perbedaan peran dan fungsi dari MPR, DPR dan Presiden sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945

o   MPR

·         Sebelum amandemen UUD 1945

Pada masa sebelum amandemen UUD 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan lembaga tertinggi negara, sehingga MPR dikatakan sebagai lembaga yang terkuat karena dianngap begitu mewakili suara rakyat, berikut wewenang MPR sebelum amandemen UUD 1945, yaitu :
1.      Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain, termasuk penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris,
2.      Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan Majelis,
3.      Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden Wakil Presiden,
4.      Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris mengenai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut,
5.      Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya apabila Presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara dan/atau Undang-Undang Dasar,  
6.      Mengubah Undang-Undang Dasar 1945,
7.      Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis,
8.      Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan oleh anggota,
9.      Mengambil/memberi keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah/janji anggota.

·         Setelah amandemen UUD 1945

Pasca amandemen UUD 1945, MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, akan tetapi berkedudukan sejajar dengan lembaga tinggi lainnya, yaitu DPR, DPD, Presiden, MA, MK dan BPK. Seiring dengan perubahan statusnya yang tak lagi sebagai lembaga tertinggi negara, maka tugas dan wewenangnya pun berbeda, berikut tugas dan wewenang MPR setelah amandemen UUD 1945[4]:
1.      Mengubah dan menetapkan Undang –undang Dasar.
2.      Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum, dalam Sidang Paripurna MPR
3.      Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan / atau wakil presiden.

·         Seiring dengan perubahan UUD 1945, maka peran MPR tidak lagi begitu mendominasi seperti halnya sebelum perubahan konstitusi. Dulu, dianggap jelmaan dari kedaulatan rakyat Indonesia, sehingga presiden pun dipilih oleh MPR, dan keputusan-keputusan yang dibuat MPR tidak bisa diganggu-gugat. Sehingga lembaga ini sangat kuat, akan tetapi dikarenakan reformasi dan tuntutan zaman, maka lembaga ini berubah kedudukan dan fungsinya berubah. Kini, MPR lebih terlihat sebagai penghimpun para legislator agar lebih mengutamakan wawasan kebangsaan.

o   DPR

·         Sebelum amandemen UUD 1945

Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga legislatif dalam tatanan lembaga tinggi negara Republik Indonesia. Anggota DPR memiliki wewenang sebagai berikut :
1.      Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden,
2.      Memberikan persetujuan atas PERPU,
3.      Memberikan persetujuan atas Anggaran,
4.      Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban presiden.

·         Sesudah amandemen UUD 1945

Dalam melaksanakan Fungsi Legislasi, Fungsi Anggaran dan Fungsi Pengawasan, DPR mempunyai tugas dan wewenang antara lain[5]:

1.      Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
2.      Membahas dan memberikan atau tidak memberikan persetujuan terhadap Peraturan Pernerintah Pengganti Undang-Undang
3.      Menerima dan membahas usulan Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh DPD yang berkaitan dengan bidang otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi Iainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah dan mengikut sertakan dalam pembahasannya dalam awal pembicaraan tingkat I
4.      Mengundang DPD untuk melakukan pembahasan rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPR maupun oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf c, pada awal pembicaraan tingkat I
5.      Memperhatikan pertimbangan DPD atas Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan Undang-Undàng yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama dalam awal pembicaraan tingkat I
6.      Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
7.      Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pajak, pendidikan, dan agama
8.      Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD
9.      Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
10.  Mengajukan, memberikan persetujuan, pertimbangan/konsultasi, dan pendapat
11.  Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
12.  Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan undang-undang

·         Pada masa sebelum reformasi DPR lebih cenderung untuk setuju terhadap apa yang diajukan oleh lembaga eksekutif atau pemerintah yang dipimpin oleh Presiden. Akan tetapi, setelah reformasi dan amandemen UUD 1945 DPR menjadi lembaga yang lebih kuat, dengan kewenangan dan fungsinya yang lebih spesifik.

o   Presiden

·         Sebelum amandemen UUD 1945

Presiden sebagai lembaga eksekutif atau pelaksana pemerintahan dan juga sebagai kepala pemerintahan yang bertanggungjawab pada MPR dan dapat dipilih serta diberhentikan oleh MPR. Presiden memiliki wewenang sebagai berikut :
1.      Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris MPR, Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi,
2.      Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power),
3.      juga memegang kekuasaan legislative (legislative power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power),
4.      Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya,  Mengangkat dan memberhentikan anggota BPK,
5.      Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan yang memaksa),  
6.      Menetapkan Peraturan Pemerintah,
7.      Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri pemilihan.

·         Setelah amandemen UUD 1945

Wewenang, kewajiban, dan hak Presiden antara lain[6]:
1.      Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
2.      Memegang kekuasaan yang tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara
3.      Mengajukan Rancangan Undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU
4.      Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (dalam kegentingan yang memaksa)
5.      Menetapkan Peraturan Pemerintah
6.      Mengangkat dan memberhentikan Mentri-mentri
7.      Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR
8.      Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
9.      Menyatakan keadaan bahaya
10.  Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR
11.  Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
12.  Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung
13.  Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
14.  Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan UU
15.  Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
16.  Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan disetujui DPR
17.  Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung
18.  Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.

·         Pada masa sebelum amandemen presiden dipilih oleh MPR dan tidak ada batasan periode dalam kepemimpinananya, sedangkan pada masa setelah amandemen presiden dipilih langsung oleh rakyat dan memiliki batasan sebanyak 2 periode untuk menjadi presiden RI. Dikarenakan proses pemilihan yang berubah, maka presiden bertanggungjawab langsung kepada rakyat, tidak lagi kepada MPR. Setelah amandemen UUD 1945 beberapa wewenang Presiden banyak dikurangi, antara lain sebagai berikut :

1.      Hakim agung tidak lagi diangkat oleh Presiden melainkan diajukan oleh komisi yudisial untuk diminta persetujuan DPR, selanjutkan ditetapkan oleh Presiden (Pasal 24A ayat (3) perubahan ketiga UUD 1945).
2.      Demikian juga anggota Badan Pemeriksa Keuangan tidak lagi diangkat oleh Presiden, tetapi dipilih oleh DPR dengan memperhatikan DPD dan diresmikan oleh Presiden (Pasal 23F ayat (1) perubahan ketiga UUD 1945). Pengangkatan pejabat-pejabat tersebut mencerminkan suatu mekanisme ketatanegaraan yang mengarah kepada suatu keseimbangan dan demokratisasi. Namun sangat disayangkan, pengangkatan seorang jaksa agung masih menjadi kewenangan presiden, tanpa melibatkan DPR secara nyata.






3.      keberfungsian lembaga MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung dan rekomendasi penulis

·         MPR :
 Secara umum, keberfungsian MPR sudah berjalan dengan baik sesuai dengan yang ditetapkan. Akan tetapi seharusnya MPR lebih produktif lagi dalam mengkaji fenomena sosial yang terjadi di masyarakat Indonesia, sehingga MPR bisa lebih mengetahui mana isu prioritas yang berkaitan dengan perbaikan UUD 1945. Selain itu, MPR yang terdiri dari DPR dan DPD harus bertugas sesuai dengan fungsinya demi mewujudkan cita-cita UUD 1945, bukan malah semakin menjauhkan kondisi negara ini dari pedoman yang sudah dirumuskan dalam UUD 1945.

·         DPR :
 Secara teknis, lembaga Dewan Perwakilan Rakyat sudah sesuai dengan apa yang dirumuskan. Seperti halnya Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama, Membahas dan memberikan atau tidak memberikan persetujuan terhadap Peraturan Pernerintah Pengganti Undang-Undang, dan tugas-tugas DPR lainnya. Begitu pun dengan fungsinya yang behubungan dengan BPK dalam pandangan saya sudah berjalan dengan baik. Secara umum, keberfungsian DPR dilaksanakan dengan baik. Akan tetapi, terdapat permasalahan krusial yang paling mendasar, menjadi anggota legislatif harus lah didasari dengan kompetensi yang memadai, selain itu para wakil rakyat tentunya menjadi figur yang harus menjadi contoh bagi masyarakat pada umumnya. Selain itu, orientasi para wakil rakyat harus benar-benar didasari untuk mewakili suara rakyat bukan suara segelintir kepentingan.

·         DPD :
 Secara umum, keberfungsian DPD sesuai yang ditetapkan sudah berjalan dengan baik. Akan tetapi seharusnya jika Indonesia mengadopsi konsep “senat” dari AS, maka perlu adanya peningkatan kewenangan bagi lembaga tersebut, dikarenakan jika status kewenangan hanya sebatas rekomendasi saja, lembaga kepentingan yang lain pun dapat melakukannya, sehingga keberadaan DPD ini jangan dijadikan lembaga tinggi yang tak berdaya sama sekali. Selain itu, figur DPD tersendiri harus menjadi contoh bagi masyarakatnya.

·         Presiden :
Secara umum presiden republik indonesia dari masa Soekarno hingga kini masa Joko Widodo sudah seoptimal mungkin berupaya yang terbaik sesuai dengan kompetensi mereka masing-masing. Akan tetapi perlu kita pahami beberapa poin penting dari setiap periode kepemimpinan para pemimpin negeri ini. Berikut rekomendasi saya terhadap lembaga ini :
1.      kekuasaan utuh ditangan Presiden dapat menjadi pemicu sikap otoriter pada seorang pemimpin. Oleh karena itu, konsep distribusi kekuasaan dan checks and balances harus benar-benar diupayakan secara optimal. Sehingga presiden harus berkomitmen untuk melaksanakan amanah UUD 1945 secara optimal.
2.      Nasionalisme dan mentalitas presiden harus dapat ditonjolkan di pihak asing, sehingga kita menjadi bangsa yang tidak diremehkan oleh asing.
3.      Presiden dan jajarannya harus memberikan gagasan yang kreatif dan inovatif, sehingga tekonologi dan perindustrian dinegeri ini dapat lebih cepat berkembang.
4.      Presiden harus memiliki kesehatan yang baik, karena tugasnya yang berat untuk memimpin negara ini, membutuhkan kondisi fisik yang baik.
5.      Presiden dan jajarannya harus begitu dalam mengenali potensi alam yang begitu besar di Indonesia, mengelolanya secara mandiri dan menasionalisasi perusahaan asing lainnya.
6.      Presiden harus bisa menjaga stabilitas ekonomi dan politik dalam negeri, serta membangun eksistensi di luar negeri.
7.      Kinerja presiden bukan atas dasar pencitraan semata, akan tetapi harus didasari dengan kesungguhan untuk membela hak-hak rakyat dan mensejahterakan rakyat.

·         Mahkamah Konstitusi :
 Secara umum keberfungsian mahkamah konstitusi sudah sesuai dengan apa yang ditetapkan. Akan tetapi, peristiwa terpidana Akil mantan hakim mahkamah konstitusi menjadi cambukan kita semua. Ketika mahkamah konstitusi yang seharusnya menjadi penjaga kemurnian konstitusi, tempat peradilan bagi permasalahan yang terkait dengan konstitusi, tidak lagi dapat kita percaya dikarenakan oknum yang goyah karena suap dari orang yang tidak bertanggungjawab. Sehingga, dengan demikan proses pemilihan ketua dan jajaran mahkamah konstitusi sangat harus diperhatikan, proses pemilihan harus begitu selektif dan jujur.
·         Mahkamah Agung :
Keberfungsian lembaga ini secara umum sudah sesuai dengan apa yang ditetapkan. Akan tetapi, produktivitas terhadap penanggulangan permasalahan dalam ruang lingkup mahkamah agung perlu ditingkatkan, khususnya penyelesaian masalah yang terus mengatung-ngatung, seperti halnya kasus bank century dan yang lainnya.




[1] http://www.acton.org/research/lord-acton-quote-archive diakses pada tanggal 23 Desember 2014 pukul 13:00
[3] Sekretariat Jenderal MPR R.I., Panduan Dalam Memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Proses dan Hasil Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR R.I. 2003) hal. 16.
[4] Prof. C.S.T. Kansil,  Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2008. hlm 140
[5] http://www.dpr.go.id/tentang/tugas-wewenang diakses pada tanggal 23 Desember 2014 pukul 14.30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lowell Barrington, Comparative Politics Structures and Choices (Australia: Wadsworth, 2013), 227-257. & Peter Calvert, Comparative Politics: An Introduction (Harlow: Pearson, 2002), 297-320.

Bagaimanakah menghubungkan elite dan massa dalam proses politik? Literatur kali ini membahas dan mengeksplorasi konsep-konsep mengenai el...