1.
hubungan antara konsep kekuasaan, pembagian kekuasaan,
dan Checks and Balances dalam
hubungan antar lembaga-lembaga negara
·
Kekuasaan : Menurut
Lord Acton
jika manuasia diberi kehendak untuk berkuasa, maka tidak menutup kemungkinan
sangat besar sekali peluang untuk menyalahgunakan kekuasaan tersebut, dan ketika seorang manusia diberikan kekuasaan yang tak terbatas, maka ia
pasti akan menyalahgunakan kekuasaannya tersebut, lebihnya dikenal dengan
istilah power tends to
corrupt, absolute power corrupt absolutely.[1] Oleh
karena itu, dalam prinsipnya kekuasaan tertinggi hendaklah tidak diberikan pada
perseorangan akan tetapi dimuat dalam bentuk konstitusi, sehingga siapapun yang
memimpinnya memiliki pedoman utama dalam kepemimpinannya, khusunya dalam
kepemimpinan suatu lembaga negara.
·
Pembagian
Kekuasaan : setelah adanya konstitusionalisme, maka yang perlu kita perhatikan
dalam muatannya itu adalah pembagian atau distribusi kekuasaan yang termuat
dalam konstitusi tersebut. Sehingga jelas tergambarkan seperti apa konsep
pemerintahan suatu negara. Pada umumnya, negara-negara membaginya pada tiga
tatanan kekuasaan yaitu, legislatif, eksekutif dan yudikatif. Akan tetapi,
dalam konteks aktual sebuah negara senantiasa memiliki kebutuhannya tersendiri
diluar tiga unsur pokok yang tercantum dalam konsep trias politika, misalnya
Indonesia dengan adanya lembaga Badan Pemeriksan Keuangan yang dimuat dalam
Konstitusi dan kedudukannya sejajar dengan lembaga-lembaga yang mewakili fungsi
trias politika. Selain itu, untuk kelancaran dalam proses pemerintahan
tersebut, maka dibutuhkanlah konsep Cecks and
Balances.
·
Checks and Balances
: Secara sederhana, konsep ini dapat kita pahami melalui kewenangan lembaga
negara untuk saling memeriksa antara satu sama lainnya, sehingga tercipta
keseimbangan dalam proses pemerintahan, dengan demikian terdapat transparansi
dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing. Butterworths Concise
Australian Legal Dictionary mendefinisikan Checks and Balances sebagai suatu sistem
aturan yang menegaskan adanya mekanisme saling kontrol di antara cabang
kekuasaan baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif yang didesain untuk
mencegah terkonsentrasinya kekuasaan dalam satu cabang sehingga mendominasi
cabang kekuasaan yang lain.[2]
·
Oleh karena
itu, mekanisme ini bertujuan untuk penyempurnaan
aturan dasar penyelenggaraan negara demokratis dan
modern, melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas, dan sistem checks
and balances yang lebih ketat dan transparan serta pembentukan
lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan
bangsa dan tantangan zaman.[3] Demikianlah asas dalam konsep hubungan
antarlembaga suatu negara.
2.
perbedaan peran dan fungsi dari MPR, DPR dan Presiden
sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945
o
MPR
·
Sebelum
amandemen UUD 1945
Pada masa
sebelum amandemen UUD 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan lembaga
tertinggi negara, sehingga MPR dikatakan sebagai lembaga yang terkuat karena
dianngap begitu mewakili suara rakyat, berikut wewenang MPR sebelum amandemen
UUD 1945, yaitu :
1.
Membuat
putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain,
termasuk penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya
ditugaskan kepada Presiden/Mandataris,
2.
Memberikan penjelasan
yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan Majelis,
3.
Menyelesaikan
pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden Wakil Presiden,
4.
Meminta
pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris mengenai pelaksanaan Garis-Garis
Besar Haluan Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut,
5.
Mencabut mandat dan
memberhentikan Presiden dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya
apabila Presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara dan/atau
Undang-Undang Dasar,
6.
Mengubah
Undang-Undang Dasar 1945,
7.
Menetapkan Peraturan
Tata Tertib Majelis,
8.
Menetapkan Pimpinan
Majelis yang dipilih dari dan oleh anggota,
9.
Mengambil/memberi keputusan
terhadap anggota yang melanggar sumpah/janji anggota.
·
Setelah amandemen
UUD 1945
Pasca
amandemen UUD 1945, MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi
negara, akan tetapi berkedudukan sejajar dengan lembaga tinggi lainnya, yaitu
DPR, DPD, Presiden, MA, MK dan BPK. Seiring dengan perubahan statusnya yang tak
lagi sebagai lembaga tertinggi negara, maka tugas dan wewenangnya pun berbeda,
berikut tugas dan wewenang MPR setelah amandemen UUD 1945[4]:
1.
Mengubah dan
menetapkan Undang –undang Dasar.
2.
Melantik Presiden dan
Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum, dalam Sidang Paripurna MPR
3.
Memutuskan usul DPR
berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan /
atau wakil presiden.
·
Seiring dengan
perubahan UUD 1945, maka peran MPR tidak lagi begitu mendominasi seperti halnya
sebelum perubahan konstitusi. Dulu, dianggap jelmaan dari kedaulatan rakyat
Indonesia, sehingga presiden pun dipilih oleh MPR, dan keputusan-keputusan yang
dibuat MPR tidak bisa diganggu-gugat. Sehingga lembaga ini sangat kuat, akan
tetapi dikarenakan reformasi dan tuntutan zaman, maka lembaga ini berubah
kedudukan dan fungsinya berubah. Kini, MPR lebih terlihat sebagai penghimpun
para legislator agar lebih mengutamakan wawasan kebangsaan.
o
DPR
·
Sebelum
amandemen UUD 1945
Dewan Perwakilan
Rakyat merupakan lembaga legislatif dalam tatanan lembaga tinggi negara
Republik Indonesia. Anggota DPR memiliki wewenang sebagai berikut :
1.
Memberikan
persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden,
2.
Memberikan
persetujuan atas PERPU,
3.
Memberikan
persetujuan atas Anggaran,
4.
Meminta MPR untuk
mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban
presiden.
·
Sesudah amandemen
UUD 1945
Dalam melaksanakan Fungsi Legislasi, Fungsi Anggaran dan
Fungsi Pengawasan, DPR mempunyai tugas dan wewenang antara lain[5]:
1.
Membentuk undang-undang yang dibahas
dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
2.
Membahas dan memberikan atau tidak
memberikan persetujuan terhadap Peraturan Pernerintah Pengganti Undang-Undang
3.
Menerima dan membahas usulan
Rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh DPD yang berkaitan dengan bidang
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
Iainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah dan
mengikut sertakan dalam pembahasannya dalam awal pembicaraan tingkat I
4.
Mengundang DPD untuk melakukan
pembahasan rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPR maupun oleh
pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf c, pada awal pembicaraan tingkat I
5.
Memperhatikan pertimbangan DPD atas
Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan
Undang-Undàng yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama dalam awal
pembicaraan tingkat I
6.
Menetapkan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
7.
Membahas dan menindaklanjuti hasil
pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai
otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat
dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pajak, pendidikan, dan agama
8.
Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan
dengan memperhatikan pertimbangan DPD
9.
Membahas dan menindaklanjuti hasil
pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan
10.
Mengajukan, memberikan persetujuan,
pertimbangan/konsultasi, dan pendapat
11.
Menyerap, menghimpun, menampung dan
menindaklanjuti aspirasi masyarakat
12.
Melaksanakan tugas dan wewenang
lainnya yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan undang-undang
·
Pada masa sebelum
reformasi DPR lebih cenderung untuk setuju terhadap apa yang diajukan oleh
lembaga eksekutif atau pemerintah yang dipimpin oleh Presiden. Akan tetapi,
setelah reformasi dan amandemen UUD 1945 DPR menjadi lembaga yang lebih kuat,
dengan kewenangan dan fungsinya yang lebih spesifik.
o
Presiden
·
Sebelum amandemen UUD 1945
Presiden sebagai lembaga eksekutif
atau pelaksana pemerintahan dan juga sebagai kepala pemerintahan yang
bertanggungjawab pada MPR dan dapat dipilih serta diberhentikan oleh MPR.
Presiden memiliki wewenang sebagai berikut :
1. Presiden memegang posisi sentral dan
dominan sebagai mandataris MPR, Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan
negara tertinggi,
2. Presiden selain memegang kekuasaan
eksekutif (executive power),
3. juga memegang kekuasaan legislative
(legislative power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power),
4. Tidak ada aturan mengenai batasan
periode seseorang dapat menjabat sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian
presiden dalam masa jabatannya, Mengangkat dan memberhentikan anggota BPK,
5. Menetapkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan yang memaksa),
6. Menetapkan Peraturan Pemerintah,
7. Mengangkat dan memberhentikan
menteri-menteri pemilihan.
·
Setelah amandemen UUD 1945
Wewenang, kewajiban, dan hak
Presiden antara lain[6]:
1. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut
UUD
2. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas
angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara
3. Mengajukan Rancangan Undang-undang
kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden melakukan pembahasan dan pemberian
persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU
4. Menetapkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang (dalam kegentingan yang memaksa)
5. Menetapkan Peraturan Pemerintah
6. Mengangkat dan memberhentikan
Mentri-mentri
7. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR
8. Membuat perjanjian internasional
lainnya dengan persetujuan DPR
9. Menyatakan keadaan bahaya
10. Mengangkat duta dan konsul. Dalam
mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR
11. Menerima penempatan duta negara lain
dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
12. Memberi grasi dan rehabilitasi dengan
memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung
13. Memberi amnesti dan abolisi dengan
memperhatikan pertimbangan DPR
14. Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda
kehormatan lainnya yang diatur dengan UU
15. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa
Keuangan yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Daerah.
16. Menetapkan hakim agung dari calon yang
diusulkan oleh Komisi Yudisial dan disetujui DPR
17. Menetapkan hakim konstitusi dari calon
yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung
18. Mengangkat dan memberhentikan anggota
Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.
·
Pada masa sebelum amandemen presiden dipilih oleh MPR dan
tidak ada batasan periode dalam kepemimpinananya, sedangkan pada masa setelah
amandemen presiden dipilih langsung oleh rakyat dan memiliki batasan sebanyak 2
periode untuk menjadi presiden RI.
Dikarenakan proses
pemilihan yang berubah, maka presiden bertanggungjawab langsung kepada rakyat,
tidak lagi kepada MPR. Setelah
amandemen UUD 1945 beberapa wewenang Presiden banyak dikurangi, antara lain
sebagai berikut :
1. Hakim agung tidak lagi diangkat oleh
Presiden melainkan diajukan oleh komisi yudisial untuk diminta persetujuan DPR,
selanjutkan ditetapkan oleh Presiden (Pasal 24A ayat (3) perubahan ketiga UUD
1945).
2. Demikian juga anggota Badan Pemeriksa
Keuangan tidak lagi diangkat oleh Presiden, tetapi dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan DPD dan diresmikan oleh Presiden (Pasal 23F ayat (1) perubahan
ketiga UUD 1945). Pengangkatan pejabat-pejabat tersebut mencerminkan suatu
mekanisme ketatanegaraan yang mengarah kepada suatu keseimbangan dan
demokratisasi. Namun sangat disayangkan, pengangkatan seorang jaksa agung masih
menjadi kewenangan presiden, tanpa melibatkan DPR secara nyata.
3.
keberfungsian lembaga MPR, DPR, DPD, Presiden, Mahkamah
Konstitusi dan Mahkamah Agung dan rekomendasi penulis
·
MPR :
Secara umum, keberfungsian MPR sudah berjalan dengan
baik sesuai dengan yang ditetapkan. Akan tetapi seharusnya MPR lebih produktif
lagi dalam mengkaji fenomena sosial yang terjadi di masyarakat Indonesia,
sehingga MPR bisa lebih mengetahui mana isu prioritas yang berkaitan dengan
perbaikan UUD 1945. Selain itu, MPR yang terdiri dari DPR dan DPD harus
bertugas sesuai dengan fungsinya demi mewujudkan cita-cita UUD 1945, bukan
malah semakin menjauhkan kondisi negara ini dari pedoman yang sudah dirumuskan
dalam UUD 1945.
·
DPR :
Secara
teknis, lembaga Dewan Perwakilan Rakyat sudah sesuai dengan apa yang
dirumuskan. Seperti halnya Membentuk
undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama, Membahas
dan memberikan atau tidak memberikan persetujuan terhadap Peraturan Pernerintah
Pengganti Undang-Undang, dan tugas-tugas DPR lainnya. Begitu pun dengan
fungsinya yang behubungan dengan BPK dalam pandangan saya sudah berjalan dengan
baik. Secara umum, keberfungsian DPR dilaksanakan dengan baik. Akan tetapi,
terdapat permasalahan krusial yang paling mendasar, menjadi anggota legislatif
harus lah didasari dengan kompetensi yang memadai, selain itu para wakil rakyat
tentunya menjadi figur yang harus menjadi contoh bagi masyarakat pada umumnya.
Selain itu, orientasi para wakil rakyat harus benar-benar didasari untuk mewakili
suara rakyat bukan suara segelintir kepentingan.
·
DPD :
Secara umum, keberfungsian DPD
sesuai yang ditetapkan sudah berjalan dengan baik. Akan tetapi seharusnya jika
Indonesia mengadopsi konsep “senat” dari AS, maka perlu adanya peningkatan
kewenangan bagi lembaga tersebut, dikarenakan jika status kewenangan hanya
sebatas rekomendasi saja, lembaga kepentingan yang lain pun dapat melakukannya,
sehingga keberadaan DPD ini jangan dijadikan lembaga tinggi yang tak berdaya
sama sekali. Selain itu, figur DPD tersendiri harus menjadi contoh bagi
masyarakatnya.
·
Presiden :
Secara umum presiden republik indonesia dari masa Soekarno
hingga kini masa Joko Widodo sudah seoptimal mungkin berupaya yang terbaik
sesuai dengan kompetensi mereka masing-masing. Akan tetapi perlu kita pahami
beberapa poin penting dari setiap periode kepemimpinan para pemimpin negeri
ini. Berikut rekomendasi saya terhadap lembaga ini :
1.
kekuasaan utuh ditangan Presiden dapat menjadi pemicu sikap
otoriter pada seorang pemimpin. Oleh karena itu, konsep distribusi kekuasaan
dan checks and balances harus benar-benar diupayakan secara optimal. Sehingga
presiden harus berkomitmen untuk melaksanakan amanah UUD 1945 secara optimal.
2.
Nasionalisme dan mentalitas presiden harus dapat
ditonjolkan di pihak asing, sehingga kita menjadi bangsa yang tidak diremehkan
oleh asing.
3.
Presiden dan jajarannya harus memberikan gagasan yang
kreatif dan inovatif, sehingga tekonologi dan perindustrian dinegeri ini dapat
lebih cepat berkembang.
4.
Presiden harus memiliki kesehatan yang baik, karena
tugasnya yang berat untuk memimpin negara ini, membutuhkan kondisi fisik yang
baik.
5.
Presiden dan jajarannya harus begitu dalam mengenali
potensi alam yang begitu besar di Indonesia, mengelolanya secara mandiri dan
menasionalisasi perusahaan asing lainnya.
6.
Presiden harus bisa menjaga stabilitas ekonomi dan
politik dalam negeri, serta membangun eksistensi di luar negeri.
7.
Kinerja presiden bukan atas dasar pencitraan semata, akan
tetapi harus didasari dengan kesungguhan untuk membela hak-hak rakyat dan
mensejahterakan rakyat.
·
Mahkamah
Konstitusi :
Secara umum keberfungsian mahkamah konstitusi sudah
sesuai dengan apa yang ditetapkan. Akan tetapi, peristiwa terpidana Akil mantan
hakim mahkamah konstitusi menjadi cambukan kita semua. Ketika mahkamah
konstitusi yang seharusnya menjadi penjaga kemurnian konstitusi, tempat
peradilan bagi permasalahan yang terkait dengan konstitusi, tidak lagi dapat
kita percaya dikarenakan oknum yang goyah karena suap dari orang yang tidak
bertanggungjawab. Sehingga, dengan demikan proses pemilihan ketua dan jajaran
mahkamah konstitusi sangat harus diperhatikan, proses pemilihan harus begitu
selektif dan jujur.
·
Mahkamah
Agung :
Keberfungsian
lembaga ini secara umum sudah sesuai dengan apa yang ditetapkan. Akan tetapi,
produktivitas terhadap penanggulangan permasalahan dalam ruang lingkup mahkamah
agung perlu ditingkatkan, khususnya penyelesaian masalah yang terus
mengatung-ngatung, seperti halnya kasus bank century dan yang lainnya.
[1]
http://www.acton.org/research/lord-acton-quote-archive
diakses pada tanggal 23 Desember 2014 pukul 13:00
[2]
http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/jurnal_kepakaran/Negara%20Hukum-4-1-Juni-2013.pdf
diakses pada tanggal 23 Desember 2014 pukul 13:30
[3]
Sekretariat Jenderal MPR R.I., Panduan Dalam Memasyarakatkan
Undang-Undang
Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945,
Latar Belakang, Proses dan Hasil Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR R.I. 2003)
hal. 16.
[4]
Prof. C.S.T. Kansil, Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta:
Rineka Cipta, 2008. hlm 140
[6]
http://rio-mamdoeh.blogspot.com/2012/10/lembaga-lembaga-negara-sebelum-dan_7301.html
diakses pada tanggal 23 Desember 2014 pukul 15:00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar