I.
Konstruktivisme
Berbicara
mengenai konstruktivisme, tak luput dari pemikiran seorang filsuf yang bernama
Derrida yang sangat berpengaruh dan kritis terhadap pemikiran barat, usahanya
merupakan analisis pergerakan (untuk menekankan ketidaksetujuan antara satu
sama lain) yang membentuk satu kekuatan yang telah memfokuskan pada
permasalahan stuktur , bahasa dan pengaruh kumulatif, bahkan ketidak setujuan
telah menjadi satu dorongan yang kuat terhadap suatu gaya pemikiran tertentu.
Derrida menganalisis ketidakmungkinan dalam mengkonstruksi suatu sistem
teoritis yang bertalian serta memadai. Sejatinya karya Derrida menjelaskan
perhatiaanya terhadap segala sesuatu di dalam bahasa dan tekstualitas yang
menolak serta memperluas ringkasan umum. Pada situasi paradoks, banyak orang
yang cenderung menghilangkan segala macam pemikiran, dengan asumsi tentunya ada
suatu pemecahan non-paradoks yang sangat bagus atas segala permasalahan. Akan
tetapi, penggunaan bahasa dan pemikiran melibatkan kita berada di dalam
paradoksis yangtidak dapat di ubah, yang tak dapat kita tinggalkan tetapi bisa
ditekan.
Proses pemahaman konstruktivisme
dapat kita awali melalui pemahaman terhadap realitas. Pada hakikatnya,
realistas tersusun dari rangkaian keadaan yang hadir. Keadaan ini adalah hal yang bersifat
mendasar. Keadaan tak dapat berperan sebagai pemberian, kerena hal tersebut
bergantung pada beberapa hal. Misalnya, melesatnya anak panah. Jika kita dapat
fokus pada rangkaian keadaan yang merupakan sebuah paradoks, pada waktu
tertentu anak panah tersebut terdapat dalam waktu khusus, sehingga anak panah
tersebut tidak pernah bergerak. Namun kita bersikeras bahwa anak panah tersebut
bergerak dari awal peluncurannya hingga akhir. Jika kita memahami keaadaan ini,
realitasnya anak panah tersebut tidak pernah bergerak. Bagaimanapun pergerakan
tersebut merupakan hasil dari realitas fundamental dalam dunia kita. Hanya
dapat dibayangkan ketika keadaan hadir, yang ditandai jejak-jejak silam dan
yang akan datang. Sehingga terdapat pengertian krusial bahwa keadaan yang tak
hadir menjadi bagian dari keadaan yang hadir. Pergerakan anak panah merupakan
keadaan yang sudah kompleks serta differensial, yang melibatkan jejak-jeka tidak sekarang dalam sekarang.
Hal ini menjadikan kita diliputi oleh metafisika kehadiran, yang sepertinya
menawarkan kita pada pilihan keadaan yang hadir dan tidak hadir. Hal ini
melibatkan identifikasi unsur-unsur, istilah-istilah, fungsi-fungsi, dan
perbedaan.
Kejadian-kejadian yang bergantung
pada perbedaan, merupakan produk dari kejadian yang terfokus pada keutamaan
perbedaan pada keadaan tersebut. Hal ini merupakan sebuah struktur dan
pergerakan yang tak dapat dibayangkan, dengan dasar pertentangan kehadiran atau
ketidak hadiran. Difference merupakan permainan sistematik dari perbedaan,
ataupun jejak-jejak perbedaan, dan spacing dengan unsur-unsur yang mengacu ke
satu sama lainnya. Spacing ini merupakan produksi baik pasif maupun aktif
mengindikasikan kebingbangan ini dalam
hubungan keaktifan ataupun kepasifan, hal ini merupakan indikasi bahwa yang tak
dapat diperintah atau diatur oleh pertentangan itu, dari jarak atau interval,
yang tanpa istilah-istilah ‘full’ tidak dapat menandai dan tidak dapat
berfungsi. Hal ini merupakan bentuk dari paradoks yang mengharuskan kita untuk
menyelidiki lebih lanjut. Khususnya paradks yang bersifat linguistik, mengenai
perbedaan susunan kata namun memiliki makna terjemah sama.
II.
Diskursus
Pandangan foucault terhadap sejarah, tidak seperti
sejarawan yang berupaya menelusuri alur keniscayaann sejarah, foucault justru
memisahkan masa lalu dan masa kini. Dengan menunjukan keasingan masa lalu, ia
merelavitisasi dan memangkas legitimasi masa kini. Praktik asing digali dengan
cara analisis dari masa kini dan bergerak mundur menuju masa lalu sehingga
perbedaan itu ditemukan, kemudian bergerak kembali menuju masa depan. Oleh
karena itu, negativitasnya dalam kaitan masa kini meledakkan ‘rasionalitas’
fenomena yang diterima begitu saja. Ketika teknologi kekuasaan masa lalu
diuraikan secara rinci, asumsi-asumsi yang memandang masa lalu ‘irasional’ akan
runtuh.
Sepanjang
hidupnya Foucault tertarik pada apa yang biasa diabaikan oleh penalaran.
Seperti halnya, kegilaan, kebetulan, diskontinuitas. Ia yakin teks-teks sastra
dapat memberi ruang bicara bagi ‘yang lain’. Foucault membalik cara pandang
umum pola hubungan dan kekuasaan. Sementara pada umumnya kita beranggapan bahwa
pengetahuan memberikan kekuasaan untuk melakukan sesuatu yang tidak bisa kita
lakukan tanpa pengetahuan itu. Sementara Foucault mengatakan, bahwa pengetahuan
adalah kekuasaan untuk menguasai yang lain, kekuasaan untuk mendefinisikan yang
lain. Menurutnya pengetahuan tidak lagi membebaskan dan menjadi mode
pengawasan, peraturan dan disiplin.
Foucault
menghawatirkan produktivitas dan efisiensi organisasi instrumental-rasional
yang dilihat webr dalam sistem birokrasi modern dan organisasi proses kerja
kapitalis. Kekuasaan tidak dapat dipahami sebagai milik sekelompok orang atau
individu, harus dilihat menurut penjelasan. Weber tentang transisi dominasi
‘tradisional’ menjadi ‘rasional-legal’. Dengan kata lain, kekuasaan di masa
modern tidak bergantung pada kecakapan dan kewibawaan individu, tetapi
dilaksanakan melalui mesin administrasi impersonal yang bekerja melalui
peraturan-peraturan yang abstrak.
Foucault
bertujuan untuk mengkritik cara masayarakat modern untuk mengontrol dan
mendisiplinkan anggota-anggotanya dengan mendukung klaim dan praktik
pengetahuan ilmu manusia (kedokteran, psikiatri, psikologi, sosiologi, dll).
Ilmu manusia teleh menerapkan norma-norma tertentu dan norma tersebut di
reproduksi dan dilegitimasi secara terus-menerus melalui praktik para guru,
pekerja sosial, dokter, polisi, dll. Ilmu-ilmu manusia menjadi subjek studi dan
subjek negara. Terjadi ekspansi dan kontrol sosial yang dirasionalkan secara
terus-menerus.
Foucault beranggapan
bahwa kekuasaan bukanlah kepemilikan
atau kemampuan. Kekuasaan bukanlah sesuatu yang tunduk pada kepentingan
ekonomi. Bahwasanya pola hubungan kekuasaan tidak bersal dari penguasa atau negara.
Kekuasaan tidak dapat dikonseptualisasikan sebagai milik individu atau kelas.
Kekuasaan bukanlah komoditas yang dapat diperoleh atau diraih. Kekuasaan
bersifat jaringan, menyebar luas kemana-mana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar