Rabu, 15 Maret 2017

Pemikiran-Pemikiran dalam Teori Politik Kontemporer

Pembahasan mengenai Postmodernisme, Teori Kritis, dan Gender merupakan salah satu bidang kajian penting dalam Ilmu Politik. Bagaikan unsur yang saling berkaitan, ketiga pembahasan tersebut merupakan bagian dari fenomena-fenomena politik. Berikut pembahasan ringkas postmodernism, teori kritis, dan gender :
I.                   Postmodernisme
Secara sederhana post moderenisme dapat dipahami melalui kata perkata, yaitu “post” “sesudah” dan “modern” “sekarang”yang berarati sesudah dari sekarang, dalam pemahaman postmoderinisme diyakini bahwa pengetahuan manusia terbatas dan terkondisikan secara kultural. Sehingga postmoderinisme menjadi benih bagi pemikiran selanjutnya, tidak lahir dalam vacuum konseptual, melainkan memiliki prasejarah. Istilah postmoderinisme digunakan pertama kali oleh para seniman, di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 untuk menyebutkan gerakan baru yang membebaskan diri dari orde lama.
Postmodernisme merupakan istilah yang sering terdengar dalam perdebatan diskusi kebudayaan kontemporer, hal ini merupakan fenomena yang mode pembentukannya bersifat kontradiktif dan politis. Secara umum mengambil tiga bentuk, yaitu pernyataan sadar diri, berkontradiksi dengan diri sendiri, dan menghancurkan diri sendiri. Dalam beberapa hal postmodernisme merupakan proses yang tidak berat sebelah karena pada dasarnya aliran pemikiran ini membangun serta mendukung sekaligus menghancurkan serta meruntuhkan konvensi dan pengandaian tentangnya. Konsep postmodernisme ini menjajarkan dan memberi nilai yang sama pada aspek yang merefleksikan diri dan didasarkan pada sejarah : pada aspek yang “mengarah kedalam” serta masuk ke dalam kategori “dunia seni”, dan aspek yang “mengarah keluar” serta masuk kedalam kategori “kehidupan nyata”.
Politik dan postmodernisme menunjukan pola hubungan yang membangkitkan rasa keingintahuan seorang manusia. Hal ini ditunjukan dengan sudut pandang kritiknya masing-masing, dalam postmodernisme tidak ada yang lebih benar atau pun keliru. Sebagian besar kerancuan penggunaan istilah posmodernisme disebabkan penggabungan konsep kultural posmodern dan posmodernitas sebagai penanda periode atau kondisi sosial dan filosofis tertentu. Posmodernitas seringkali didefinisaikan dalam kerangka hubungan wacana intelektual dan negara.
II.                Teori Kritis
Dewasa ini pemahaman mengenai postmodernisme, teori kritis dan teori feminis menjadi sangat kontroversial, sehingga tak jarang banyak diangkat kedalam diskusi publik. Adapaun pokok utama dalam memahami teori kritis adalah memahami karakteristrik dari teori tersebut, yaitu :
1.      Pertama, teori kritis berlawanan dengan positivisme, yang beranggapan bahwa pengetahuan bukan semata-mata refleksi atas dunia statis.
2.      Kedua, teori kritis membedakan antara masa lalu dan masa kini, yang secara umum ditandai oleh dominasi, eksploitasi, dan penindasan.
3.      Teori sosial kritis berpandangan bahwa dominasi bersifat struktural.
4.      Teori sosial kritis berkeyakinan bahwa struktur dominasi direproduksi melalui kesadaran palsu manusia, dilanggengkan oleh ideologi, reifikasi, hegemoni, pemikiran satu dimensi, dan metafisika keberadaan.
5.      Teori sosial kritis berkeyakinan bahwa perubahan sosial dimulai dari rumah, pada kehidupan sehari-hari manusia.
6.      Teori sosial kritis menggambarkan hubungan antara struktur dan manusia secara dialektis.
Berbeda halnya dengan teori kritis, teori positif berusaha merumuskan hukum sosial yang menjelaskan variasi dalam perilaku sosial, sementara teori sosial kritis menolak hukum sosial dan berusaha menjelaskan sejarah sosial untuk mendapatkan pemahaman tentang bagaimana sejarah dapat berubah. Selain itu, terdapat teori interpretatif yang mencoba memahami tindakan sosial pada level makna yang mengikat manusia, tidak seperti teori positif, mereka tidak berusaha memproduksi hukum sosial yang berlaku abadi. Juga tidak seperti teori kritis, mereka tidak mencoba memobilisasi aktivisme sosial dengan membangkitkan masyarakat agar bergerak bersama pada bidang kekuatan sosial yang kadang kala kontradiktif.
III.             Gender
Perlu dipahami membahas masalah kaum perempuan adalah dengan membedakan konsep seks dan konsep gender. Hal ini sangat penting diperuntukan analisa terhadap pemahaman persoalan ketidak-adilan sosial yang menimpa kaum perempuan. Terdapat keterkaitan erat, antara perbedaan gender dan ketidak-adilan gender.
            Untuk memahami konsep gender perlu dibadakan kata gender dengan kata seks. Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Yang secara biologis tidak bisa dipertukarkan alat kelamin wanita dan laki-laki. Sedangkan konsep gender yaitu suatu sifat yang melekat pada perempuan dan laki-laki yang dikontruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya bahwa perempuan dikenal lemah lembut, sedangkan laki-laki dianggap kuat. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat yang bisa dipertukarkan. Artinya terdapat laki-laki yang lemah lembut dan terdapat perempuan yang kuat. Dalam menjernihkan perbedaan antara seks dan gender ini, yang menjadi masalah adalah terjadi kerancuan dan pemutarbalikan makna tentang apa yang disebut dengan seks dan gender. Sehingga seringkali menjadi persoalan, kesalah pahaman tentang gender menjadikan kaum wanita tertindas dan tidak mendapat keadilan.

            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lowell Barrington, Comparative Politics Structures and Choices (Australia: Wadsworth, 2013), 227-257. & Peter Calvert, Comparative Politics: An Introduction (Harlow: Pearson, 2002), 297-320.

Bagaimanakah menghubungkan elite dan massa dalam proses politik? Literatur kali ini membahas dan mengeksplorasi konsep-konsep mengenai el...