Pada dasarnya birokrasi ada sebagai instrumen dari
proses administratif dalam proses implementasi kebijakan. Keberadaanya yang
strategis dalam proses pemerintahan, menjadikannya sebuah kelas tersendiri,
sehingga terdapat beberapa asumsi bahwa birokrasi dapat membangun
kepentingannya sendiri. Oleh karena itu, kajian birokrasi itu sendiri dapat
kita fahami melalui administrasi atau birokrasi politik.
Birokrasi
di desain sebagai aparat publik yang diangkat oleh negara semenjak abad ke 18.
Kehadirannya diasumsikan sebagai lembaga yang netral secara politik, dan tidak
memiliki kekuasaan serta tanpa kepentingan. Karena adanya mitos terhadap
dikotomi antara administrasi dan politik, maka birokrasi dipandang netral
secara politik karena hanya mengimplementasikan kebijakan publik.
Terjadinya
dikotomi antra administrasi dan politik di amerika, menjadikan aparat publiki
terbagi ke dalam dua kategori, yaitu: pertama, careerist adalah aparat publik
yang memiliki masa kerja yang panjang. Sehingga dianggap memiliki netralitas
politik dan diasumsikan sebagai birokrat sesungguhnya. Kedua transients adalah
aparat publik yang hanya memiliki msa kerja yang pendek, atau sering disebut
aparat politik yang diangkat, dan karenanya tidak dianggap birokrat. Pandangan
netralitas ini, diasumsikan melalui kaca mata politik yang sempit, karena
politik orientasinya selalu identik dengan partai politik. padahal sebagaian
besar aktivitas politik itu adalah non-partisan, yang melibatkan
tindakan-tindakan dalam mempengaruhi alokasi suatu sumber daya.
Birokrat
dengan kategori careerist, sangat memiliki kepentingan untuk menjaga
kelangsungan karirnya, dibandingkan dengan birokrat yang memiliki masa kerja
yang pendek yaitu kategori transient. Oleh karena itu, birokrat yang memiliki
masa kerja panjang, lebih memiliki peluang untuk memainkan politik birokrasi,
karena ia berorientasi pada kelangsungan karirnya dalam suatu institusi
birokrasi, walaupun umumnya seringkali diasumsikan netral.
Kajian
kontemporer menjelaskan bahwa birokrasi senantiasa memiliki orientasi yang
bersifat administratif dan politis. Farazman berpendapat bahwa kinerja
administratif birokrasi berhubungan dengan kekuasaan politik yang dimilikinya.
Sehingga, efektivitas proses birokrasi dapat tercapai optimal bila kekuasaan
pilitik yang dimilkinya seimbang dengan institusi lainnya diluar birokrasi.
Oleh karena itu, dengan asas kedaulatan rakyat, maka akan semakin banyak
lembaga-lembaga yang mengawasi birokrasi. Dan tentunya dengan demikian
birokrasi senantiasa akan semakin memilki sikap politis terhadap
lembaga-lembaga lainnya.
Political Influence on
The Bureaucracy : The Bureaucracy Speaks, karya Scott R. Furlong, merupakan
sebuah jurnal yang membahas pengaruh politik terhadap birokrasi, melalui survei
yang dilakukan di Amerika Serikat, dan perpedoman pada dua pertanyaan pokok,
yaitu : Institusi apa saja yang mempengaruhi birokrasi? Lalu, bagaimana cara
institusi tersebut mempengaruhinya? Riset ini menguji persepsi aparat publik
dari lima institusi, yaitu : Kongres, Presiden, Pengadilan, Interest Group, dan
General Public. Setelah diidentifikasi melalui mekanisme yang digunakannya,
ternyata hasilnya birokrasi melayani banyak institusi.
Terdapat
dua aliran pemikiran dalam birokrasi, yaitu : Pertama, birokrasi dipandang
sebagai institusi yang otonom, yaitu sebagai institusi yang independen. Kedua,
institusi diluar birokrasi memiliki pengaruh yang signifikan, sehingga sulit
bagi birokrasi untuk bisa otonom, karena dipengaruhi oleh institusi lain yang
memuat kepentingan. Pemahaman ini mengisyaratkan kita pada pepatah “tidak ada
sahabat selamanya, begitupun tidak ada musuh selamanya, yang ada hanya
kepentingan”. Sehingga, perlu kita cermati aparat publik bergerak atas mandat
siapa?
Kongres
dan Birokrasi. Keduanya memiliki keterkaitan yang sangat signifikan, khususnya
dalam kebijakan publik. Pada tahapan pra pembuatan, implementasi, hingga
evaluasi terdapat interaksi aktif antara kedua lembaga tersebut, satu sama
lainnya saling membicarakan prosedur yang digunakan. Kongres memiliki
kewenangan penuh untuk menentukan aturan perundang-undangan, interpelasi/ hak
angket, dan seringkali menggunakan ruang dengar pendapat. Selain itu, kongres
juga melakukan fungsi pengawasan dan advokasi, sehingga memiliki peran yang
sangat besar dalam birokrasi.
Presiden
dan Birokrasi. Presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan jelas memiliki
peran yang begitu besar dalam birokrasi, seperti halnya pengelolaan dan
penentuan anggaran, reorganisasi yang bersifat struktural maupun fungsional, dapat
menunjuk atau memerintah aparatur publik. Dengan demikian, presiden melalui
kewenangannya dapat dengan mudah mengintervensi birokrasi. Sehingga pengaruh
yang ditimbulkannya akan sangat signifikan.
Pengadilan
dan Birokrasi. Birokrasi yang membutuhkan aturan prosedur dan keputusan hukum,
akan sangat bergantung pada institusi pengadilan. Sehingga perlu adanya relasi
yang baik antara birokrat publik dan pengadilan, jika tidak, pengadilan dapat menentukan
keputusan yang mungkin akan merugikan birokrat. Oleh karena itu, institusi
pengadilan memiliki peran yang begitu besar secara hukum.
Interst
Group, General Public dan Birokrasi. Seperti halnya capture theory, yang
mengisyaratkan penguasaan suatu hal oleh pihak tertentu. Hal ini sangat
berkaitan dengan relasi ketiga institusi tersebut, para pemilik modal,
industri, atau kelompok kepentingan yang membutuhkan kerja sama dengan
birokrasi akan memiliki pengaruh tersendiri. Bisa jadi, birokrasi dipermainkan
oleh berbagai macam titipan yang dilakukan oleh para pemiliki modal untuk lebih
menguntungkan bisnis mereka. Sehingga dalam proses kebijakan akan memilki
pengaruh tersendiri institusi-institusi yang tergolong pada interest group atau
general public.
Pengaruh
dari setiap institusi memiliki perbedaan dan ciri khasnya masing-masing. Akan
tetapi, melalui riset ini telah diidentifikasi bahwa parlemen atau kongres dan
presiden memiliki pengaruh yang paling signifikan dalam birokrasi. Karena
kewenangannya yang berpengaruh besar pada berjalannya proses birokrasi dan
aparatur publik. Institusi-institusi lain tetap memiliki pengaruh, walaupun
tidak terlalu besar.
Hasil
riset tersebut memahamkan kita akan suatu fenomen, bahwa birokrasi senantiasa
memiliki kepentingannya sendiri. Meskipun memang terdapat beberapa institusi
yang berpengaruh disekitarnya. Akan tetapi, keberadaannya sebagai suatu kelas
tersendiri menjadikannya untuk lebih partisipatif dalam proses pembuatan
kebijakan. Sehingga birokrasi dikatakan memiliki kepentingan dalam hal ini, dan
harus menjalin relasi dengan beberapa institusi di sekitarnya demi memakmurkan
birokrasi itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar