Minggu, 19 Maret 2017

Bernard E. Brown, Comparative Politics: Notes and Readings (Australia: Thomson Wadsworth, 2006), 188-197& 255-265. & Bob Sugeng Hadiwinata dan Christoph Schuck (ed.), Demokrasi di Indonesia: Teori dan Praktik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), 1-10.

Rezim Demokrasi
Pada proses demokrasi, terdapat penurunan kepercayaan masyarakat terhadap institusi-institusi pemerintahan yang bersifat perwakilan. Sehingga, muncullah tekanan untuk memberikan akses yang lebih besar kepada masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dalam proses demokratis, khususnya dalam permasalahan pengambilan keputusan. Masyarakat lebih menginginkan akses transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah. Sehingga dengan demikian, terdapat pergeseran paradigma yang pada mulanya lebih ke arah demokrasi perwakilan, menjadi demokrasi langsung.
            Demokrasi modern seringkali diwarnai oleh perdebatan, mengenai tata cara dalam berdemokrasi. Pemahaman kondisi demokrasi dan perkembangannya, dapat kita pahami dari tiga aspek, yaitu : Pertama, Reformasi dalam Demokrasi Perwakilan, Reformasi dalam hal ini dimaksudkan untuk memastikan setiap delegasi konvensi bisa lebih mewakili masyarakat luas, seperti adanya keterwakilan perempuan dan lain sebagainya. Kedua, Demokrasi Langsung sebagai Alternatif Reformasi, Meskipun dampak dari politik demokrasi langsung terbatas, karena tidak setiap kebijakan bisa dijalankan melalui mekanisme tersebut, namun meningkatnya demokrasi langsung  telah mempengaruhi wacana politik yang menyebabkan kedaulatan lembaga perwakilan sekarang tidak lagi mutlak, dan konsep kedaulatan rakyat secara langsung telah terlegitimasi. Ketiga, Demokrasi advokasi sebuah cara baru ? Demokrasi Advokasi memberdayakan warga negara, kelompok masyarakat, atau lembaga swadaya masyarakat untuk berpartisipasi dalam dengar pendapat; menghadiri pertemuan pemerintahan yang terbuka; berkonsultasi untuk memperbaiki keluhan; permintaan informasi dari instansi pemerintah; dan menantang tindakan pemerintah melalui pengadilan.
Rezim Authoritarian
Runtuhnya komunisme yang ditandai dengan bubarnya Uni Soviet pada dekade terakhir mengisyaratkan bahwa pemerintahan yang demokratis akan dimulai. Uni soviet yang berubah menjadi Rusia diharapkan menyelenggarakan pemerintahan yang demokratis justru merenovasi bentuk autoritarian dibawah pimpinan Presiden Valdimir Putin pada 1990-an. Pada tahun 2003-2004 pemilihan presiden atau parlemen telah diformalkan oleh Putin dalam model baru otoritarianism. Namun dalam pelaksanaannya tetap menjunjung pluralism dan mempraktekan nilai dasar demokrasi. Pada Periode sebelum Putin yaitu Yeltsin  menginginkan bahwa kewenangan itu sepenuhnya berada ditangan presiden. Namun Putin beranggapan bahwa dalam menjalankan kewenangan haruslah sistematis yang bertumpu pada birokrasi dan kementrian yang membantu presiden. Hal yang berbeda  dari Putin dan Yeltsin disebabkan karena kekhasan dari Rusia yang menjauh dari totalitarianism dan mengarah menuju demokrasi.
Selain itu, krisis Tiananmen pada tahun 1989, banyak yang beranggapan Pemerintahan Partai Komunis China akan runtuh. Namun yang terjadi adalah sebaliknya, Rezim ini justru membawa inflasi yang terkendali, pertumbuhan ekonomi memulih, perdagangan dan penyerapan investasi asing meningkat. Teori Rezim menyatakan bahwa sistem otoriter secara inheren rapuh karena legitimasi yang lemah, kemudian didominasi oleh kekuatan pribadi atas norma-norma kelembagaan. Sistem otoritarian tertentu ternyata terbukti tangguh, disebabkan oleh ketahanan yang kompleks.
Proses Transisi Menuju Demokrasi
Dalam memahai suatu kondisi transisi demokrasi, khususnya di Indonesia. Para ahli berpendapat bahwa dalam proses demokrasi perlua adanya instrumen-instrumen demokrasi yang terkonsolidasi, seperti adanya pemilihan umum yang adil dan bebas, kebebasa politik, keterbukaan politik , kebebasan pers, dsb. Demokrasi yang terkonsolidasi dapat dipahami melalui lima pola interaksi, yaitu : Pertama, Kelompok yang mengorganisasi diri atau masyarakat sipil yang hidup. Kedua, Suatu masyarakat politik yang secara khusus mengatur diri untuk mengimbangi hak pemimpin yang memiliki legitimasi untuk menjalankan kekuasaan sesuai dengan porsinya. Ketiga, Aturan hukum yang menjamin kemerdekaan masyarakat sipil dan hak politiknya. Keempat, Suatu birokrasi negara melindungi hak-hak penduduknya dan memberikan pelayanan masyarakat. Kelima, Kelompok ekonomi yang menjadi penegah antara negara dan pasar.

Transisi Demokratis Indonesia yang berproses menuju dmokrasi yang terkonsolidasi, seringkali diwarnai dengan berbagai dinamika. Seperti halnya, Disintegrasi wilayah Indonesia, misalnya muncul gerakan-gerakan pemisahan diri. Selain itu, Kecil kemungkinannya Indonesia mendadak kembali menjadi negara otokrasi, setelah melalui proses yang berlarut dalam demokrasi. sehingga, Indonesia terombang-ambing antara demokrasi "cacat" dan terkonsolidasi atau "melekat". Untuk memahami kelemahan dari demokrasi itu sendiri, perlu dilakukan kajian ilmiah yang mendalam. Oleh karena itu, terdapat Fokus terhadap para aktor, individu, dan kelompok. Sehingga, demokrasi tidak hanya tercantum pada struktur, norma dan aturan, akan tetapi terdapat pada setiap individu dalam sistem tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lowell Barrington, Comparative Politics Structures and Choices (Australia: Wadsworth, 2013), 227-257. & Peter Calvert, Comparative Politics: An Introduction (Harlow: Pearson, 2002), 297-320.

Bagaimanakah menghubungkan elite dan massa dalam proses politik? Literatur kali ini membahas dan mengeksplorasi konsep-konsep mengenai el...