Menurut Robert A. Dahl dalam bukunya “Perihal
Demokrasi” dijelaskan bahwasanya mencari catatan sejarah mengenai perkembangan
konsep demokrasi adalah sebuah ketidakpastian, namun pada umumnya kita dapat
lebih memahami perkembangan konsep demokrasi melalui tersebarnya gagasan dan
praktek demokrasi, akan tetapi penjabaran melalui hal tersebut tidak lah bisa
menggambarkan konsep perkembangannya secara keseluruhan. Menurutnya, bahwa
demokrasi tercipta akan suatu waktu dan kondisi dimana pun itu, dan kapan pun
itu yang mengharuskan demokrasi ada sebagai sesuatu yang memiliki nilai manfaat
lebih. Sekitar 500 Tahun sebelum Masehi, kondisi yang menguntungkan untuk
lahirnya sebuah demokrasi itu telah muncul, dikarena kan kelompok-kelompok
manusia yang mengembangkan sistem pemerintahan dengan memberikan kesempatan
kepada anggota kelompok untuk ikut serta mengambil keputusan kelompok. Hal
tersebut dapat dikatakan sebagai demokrasi primitif. Setelah itu, muncullah
perkembangan yang terjadi di Eropa, disepanjang pantai Laut Tengah dan Eropa
Utara.
Pada masa Yunani dan Romawi, awalanya
diciptakan sistem pemerintahan yang partisipatif, dengan tersedianya tempat
bagi rakyat untuk berpartisipasi, hal ini dapat bertahan cukup lama, namun
tidak luput dari perubahan. Yunani merupakan sebuah negara yang terdiri dari
beberapa kota yang merdeka, maka kedaulatannya tersebut adalah negara kota.
Athena merupakan negara yang paling terkenal, menganut sistem pemerintahan
kerakyatan yang berlangsung begitu lama, hingga ditaklukan oleh Macedonia.
Dikerenakan awala mula tersebarnya gagasan dan praktek demokrasi di Athena,
maka kemungkinan istilah demokrasi pada mulanya muncul di daerah tersebut.
Istilah Yunani yang berbunyi demos(rakyat)
dan kratos(pemerintahan). Namun,
istilah ini sering menjadi kritik bagi kalangan aristokrasi, karena rasa kesalnya
terhadap rakyat biasa yang mengambil alih kekuasaan kaum aristokrat yang
sebelumnya menguasai pemerintahan. Athena memiliki pengaruh besar pada filsafat
politik, yang sering dipahami sebagai partisipasi warga negara atau demokrasi
partisipatif.
Setelah diperkenalkannya
pemerintahan rakyat di Yunani, kemudian muncullah hal yang sama di semenanjung
Italia, yaitu kota Roma. Akan tetapi, dalam istilah romawi hal ini disebut
republik, res(kejadian) publicus(publik). Hal ini dapat
diartikan suatu keadaan atau peristiwa yang harus dimiliki oleh rakyat. Pada
masa ini, mulanya yang memiliki hak partisipatif adalah para bangsawan, atau
kaum aristokrat, namun setelah itu rakyat biasa memiliki hak untuk
berpartisipasi. Awalnya kota ini tidak begitu besar, namun karena penaklukan
wilayah, maka semakin luas lah teritorial romawi, namun tidak diimbangi dengan
perbaikan sistem pemerintahan. Sehingga semakin banyak penduduk dan semakin
luas wilayah negara, menjadi semakin tidak jelas keputusan yang diambil. Akan
tetapi, konsep Republik Romawi berlangsung jauh lebih lama dibandingkan
Demokrasi Athena, hal ini terjadi karena permasalahan sosial, perang,
meliterisasi, korupsi dan hilangnya semangat nasionalisme, sehingga praktek
republikan itu hancur oleh kediktatoran Julius Caesar. Oleh karena itu, sistem
pemerintahannya pun berubah menjadi imperium yang dipimpin oleh seorang kaisar.
Pasca hilangnya Republik Roma, namun
hal ini ditemukan kembali setelah terjadinya perubahan cuaca yang hebat.
Pemerintahan berbasis kerakyatan kembali muncul di Italia Utara, akan tetapi di
negara yang relatif kecil lah hal itu tumbuh, bukan dikawasan negara yang
besar. Selama lebih dari dua abad, berkembanglah republik lain di Italia,
menjadi pusat kemakmuran yang luar biasa. Sayangnya perkembangan demokrasi,
pemerintahan republikan makin meredup akibat kemunduran ekonomi, korupsi,
oligarki, perang, penaklukan, dan pengambil alihan kekuasaan oleh raja,
pangeran, tentara yang sewenang-wenang.
Baik itu negara demokrasi atau
republik pada masa Yunani dan Romawi, namun keduanya tidak memiliki ciri
penting dari pemerintahan perwakilan modern. Sehingga tidak tercipta
pemerintahan nasional yang efektif. Seperti halya, roma yang menyatakan
partisipasi rakyat, namun tidak memiliki perwakilan dalam parlemen nasional.
Jelas lah hal tersebut tidak memiliki konsep dasar utama, yaitu parlemen
nasional yang terdiri dari para wakil yang dipilih, dan pemerintahan yang
dipilih oleh rakyat. Lembaga-lembaga politik sebagai penopang demokrasi lahir
di Utara Laut Tengah, yaitu Inggris, Belanda, Swiss, dan tempat lainnya. Pada
daerah ini tertanam suatu pola, yaitu para bangsawan dan orang bebas sebagai
dewan daerah setempat, selain itu terdapat dewan regional yang diperoleh dari
mekanisme pemilihan.
Di kawasan Eropa, tepatnya permulaan
abad ke-18 telah muncul gagasan praktek politik yang kemudian menjadikan
lembaga demokrasi, yaitu terciptanya majelis lokal, ketika setiap orang bebas berpartisipasi
dalam pemerintahan. Muncul lah gagasan pemerintah memerlukan persetujuan dari
yang diperintah, karena itu dibentuklah majelis perwakilan yang menentukan
kebijakan atau membuat undang-undang. Gagasan dan praktik politik tersebut
merupakan pondasi dari demokratisasi yang terus bergerak maju. Proses menuju
sistem pemerintahan berdasarkan kehendak rakyat memberikan pelajaran bahwasanya
hal ini bukanlah khayalan semata. Sehingga, hal-hal yang menghambat proses
demokratisasi dapat kita kritisi, antara lain upaya untuk melengkapi hal-hal
yang belum terkondisikan dalam proses tersebut.
Terdapat beberapa kendala dalam
proses demokratisasi, yaitu, Pertama,
negara-negara yang memiliki sejarah kuat dalam proses demokratisasi memiliki
kendala besar berupa perbedaan yang mencolok. Hal ini, tentunya menjadi
tantangan yang cukup sulit, dimana dalam satu kesatuan negara terdapat begitu
banyak kepentingan yang didasari oleh berbagai hal, sehingga lebih memungkinkan
untuk terjadinya perpecahan. Kedua,
ketika adanya parlemen namun belum memenuhi standar demokrasi. Hal ini, lazim
terjadi di negara yang memiliki teritorial besar, yaitu ketika suara rakyat
yang ditentukan oleh badan perwakilan, namun tidak dapat mewakili secara utuh,
sehingga seringkali parlemen tidak bisa mengimbangi pemerintahan. Ketiga, wakil rakyat tidak
sungguh-sungguh mewakili rakyat. Hal ini terjadi karena hak pilih rakyat tidak
sesuai dengan semestinya. Atau perwakilan rakyat yang menyalahi amanahnya
sebagai perwakilan yang harus memperjuangkan suara rakyat. Keempat, sampai abad ke-18 dan setelahnya, gagasan demokrasi belum
dipahami dengan baik. Karena pada umumnya, logika persamaan hanya diperuntukan
sejumlah kecil saja, itupun pada orang yang mempunyai hak istimewa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar